PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MELALUI MUTU MANAJEMEN TERPADU DI SD NEGERI SUKAMANAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai pemimpin di sekolah tertentu dengan memiliki atau harus menguasai standar kompetensi kepala sekolah meliputi : 1) Kompetensi Kepribadian, 2) Kompetensi Manajerial, 3) Kompetensi Kewirausahaan, 4) Kompetensi Supervisi, 5) Kompetensi Sosial. Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan.
Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap mutu
pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang sangat
cepat di era globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing
dalam pemenuhan kebutuhan kerja, dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan
masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam
upaya membangun mutu pendidikan adalah penerapan manajemen mutu terpadu di
sekolah. Suatu pendekatan yang di adopsi dari dunia industri. Dimana layanan
terhadap kepuasan pelanggan menjadi fokus utama dari pengelolaan perusahaan.
Dalam konteks pendidikan, sekolah dipandang sebagai organisasi yang memberikan
layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu
terpadu dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan siswa dan masyarakat.
Banyak faktor yang mendukung terhadap keberhasilan
penerapan manajemen mutu terpadu. Salah satu faktor adalah perilaku
kepemimpinan. Dalam sebuah organisasi, perilaku kepemimpinan memiliki peran
yang sangat penting dalam mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan merupakan
tindakan-tindakan spesifik seorang dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan
kerja anggota kelompok (Mulyadi, 2010:
47). Misal seorang pemimpin organisasi
yang selalu memberi motivasi pada anggotanya akan membuat para anggotanya
percaya diri dan berusaha maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.
Pada sistem organisasi sekolah, kepala sekolah
merupakan pemimpin bagi masyarakat sekolah lainnya. Guru, karyawan, dan siswa.
Sebagai pemimpin, maka perilaku kepala sekolah akan berpengaruh terhadap
perilaku masyarakat sekolah lainnya. Perilaku positif dari kepala sekolah akan
memacu guru dan karyawan memberikan perilaku yang positif dalam mencapai tujuan
pendidikan. Sebaliknya, perilaku kepala sekolah yang negatif merupakan awal
dari gagalnya penyelenggaran pendidikan di sekolah tersebut.
Keberhasilan penerapan menajemen mutu terpadu di
sekolah juga tak lepas dari peran serta kepala sekolah sebagai pemimpin. Dalam
makalah ini akan dipaparkan, bagaimana perilaku kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif dalam menerapkan manajemen mutu terpadu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep dasar kepemimpinan?
2.
Bagaimana perilaku kepemimpinan?
3.
Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
4.
Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu
terpadu?
C.
Tujuan
1.
Untuk membahas konsep dasar
kepemimpinan.
2.
Untuk membahas perilaku kepemimpinan
3.
Untuk membahas konsep manajemen mutu
terpadu.
4.
Untuk memaparkan perilaku kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu terpadu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP
DASAR KEPEMIMPINAN
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu topik penting
dalam mempelajari dan mempraktikkan manajemen. Kepemimpinan berasal dari kata
"pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula
berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti
mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal
yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan
bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko,
mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain.
Kepemimpinan dapat pula didefinisikan sebagai seni
mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan,
kohormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama
(Rivai, 2003: 3).
Sebagian besar definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial
yang sengaja dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur
aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau
organisasi (Usman, 2011: 280).
2.
Komponen
Kepemimpinan
Budianto (2011) mengidentifikasi komponen dalam
kepemimpinan, yaitu: (1) Adanya pemimpin dan orang lain yang di pimpin, (2)
Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui
berbagai kekuatan, (3) Adanya tujuan akhir yang ingin di capai bersama dengan
adanya kepemimpinan itu, (4) Kepemimpinan bisa timbul dalam suatu organisasi
atau tanpa adanya organisasi tertentu, (5) Pemimpin dapat di angkat secara
formal atau di pilih oleh pengikutnya, (6) Kepemimpinan berada dalam situasi
tertentu baik situasi pengikut maupun lingkungan eksternal.
Sedangkan Hoy dan Miskel memberi batasan empat
komponen kepemimpinan, yaitu melibatkan orang lain, mendistribusikan kekuasaan,
kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi organisasi
lain atau pengikut, dan nilai yaitu menyakup semua sistem yang dapat
menciptakan prilaku yang dipimpin (Mulyadi, 2010: 9).
3.
Tipe-tipe
Kepemimpinan
G.
R. Terry menjelaskan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut.
1)
Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership)
Dalam
sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan
mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung
dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2) Tipe
kepemimpinan non pribadi (non personal
leadership)
Segala
sesuatu kebijaksanaan dilaksanaan melalui bawahan-bawahan atau non pribadi baik
rencana atau perintah juga pengawasan.
3) Tipe
kepemimpinan otoriter (authoritarian
leadership)
Pemimpin
otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan
instruksi-instruksi harus ditaati.
4) Tipe
kepemimpinan demokratis (democratic
leadership)
Kepemimpinan
demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama
dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab atas terlaksananya tujuan
bersama.
5) Tipe
kepemimpinan paternalistik (paternalistic
leadership)
Kepemimpinan
ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapa-bapaan dalam hubungan
pemimpin dan kelompok. Tujuannya untuk melindungi dan memberikan arah seperti
halnya bapak kepada anaknya.
6) Tipe
kepemimpinan menurut bakat (indigenous leadership)
Kepemimpinan
tipe ini timbul dari kelompok orang-orang informal, dimana mereka berlatih
dengan adanya sitem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari
kelompok yang bersangkutan.
4.
Kepemimpinan
Efektif
Penelitian tentang kepemimpinan efektif dan tidak
efektif mengemukakan bahwa pemimpin yang efektif tidak berdasarkan pada sifat
manusia tertentu, tetapi pada seberapa jauh sifat seorang pemimpin dapat
mengatasi keadaan yang dihadapinya. Sifat-sifat yang dimiliki pemimpin efektif
antara lain, ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, kesederhanaan,
keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keterbukaan, keluasan hubungan sosial,
kedewasaan, dan keadilan (Usman, 2011: 289).
Munning
& Curtis dalam Usman (2011: 290) mengukur kepemimpinan efektif dengan
indikator:
1) Berdasarkan
fakta
2) Menciptakan
visi
3) Memotivasi
4) Memberdayakan
staf
B. PERILAKU KEPEMIMPINAN
1.
Pengertian
Perilaku
Notoatmodjo (2003) mendefinisikan perilaku sebagai
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Pendapat Skinner, seperti yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
Dapat dikatakan selanjutnya bahwa perilaku adalah
keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang
merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
2.
Perilaku Kepemimpinan
Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang
digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk
bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pendapat Hasibuan Malayu (dalam Mulyadi,
2010: 47) tentang perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinan meliputi aktivitas sebagai berikut.
1) Mengambil
keputusan
2) Mengembangkan
imajinasi
3) Mengembangkan
kesetiaan pengikutnya
4) Pemrakarsa,
penggiatan, dan pengendaian rencana
5) Memanfaatkan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
6) Melaksanakan
kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan
7) Memberikan
tanda penghargaan
8) Mendelegasikan
wewenang kepada bawahannya
9) Pelaksanaan
keputusan dengan memberikan dorongan.
Sementara Gary Yulk mengidentifikasi empat belas
perilaku kepemimpinan yang dikenal dengan taksonomi manajerial sebagai berikut
:
1) Merencanakan
dan mengorganisasi (planning and
organizing)
2) Pemecahan
masalah (problem solving)
3) Menjelaskan
peran dan sasaran (clarifying roles and
objectifies)
4) Memberi
informasi (informing)
5) Memantau
(monitoring)
6) Memotivasi
dan memberi inpirasi (motivating and
inspiring)
7)
Berkonsultasi (consulting)
8) Mendelegasikan
(delegating)
9) Memberikan
dukungan (supporting)
10) Mengembangkan
dan membimbing (developing and mentoring)
11) Mengelola
konflik dan tim (managing and team
building)
12) Membangun
jaringan kerja (networking)
13) Pengakuan
(recognizing)
14) Memberi
imbalan (rewarding) (Mulyadi, 2010:
49-50).
Perilaku kepemimpinan yang dijabarkan penting dalam
pelaksanaan manajemen organisasi untuk mengarahkan anggotanya dalam mencapai
tujuan dan mutu organisasi.
C. KONSEP
MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
1.
Pengertian
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi yang
terdiri dari komponen kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, kurikulum, sarana
pra sarana, dan lingkungan. Sebagai suatu organisasi, maka sekolah memiliki
tujuan yang ingin dicapai dengan melibatkan segala sumber daya, serta berbagai
aktivitas yang dikoordinir oleh kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk
menggerakkan semua komponen secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut
sebagai manajemen.
Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya
sekelompok orang yang bertugas mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan
yang akan dicapai. Dalam konteks sekolah, manajemen adalah upaya yang dilakukan
pimpinan sekolah untuk mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada ke arah
tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM)
dipopulerkan oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman, 2011: 567). Peter
dan Waterman menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai budaya organisasi yang
ditentukan dan didukung oleh pencapaian kepuasan pelanggan secara terus menerus
melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari bermacam alat, teknik, dan
pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus menerus dalam proses organisasi
diharapkan akan menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula Pengelolaan
Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994, dalam Yunus, 2003)
mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula
sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa
meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak
dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang
berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para
pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006) menyatakan
manajemen mutu terpadu sebagai sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus
menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi
pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya,
saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono &
Anastasia Diana (1995) menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai suatu pendekatan
dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa,
manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas berbeda
tetapi memiliki satu kesamaan, yang bermuara pada satu definisi kesimpulan.
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan
perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan
lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
2.
Karakteristik
Manajemen Mutu Terpadu
Goetsch
dan Davis (1994, dalam Fariadi, 2010) mengungkapkan sepuluh karakteristik
Manajemen Mutu Terpadu atau TQM sebagai berikut.
1) Fokus
Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik
pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan
eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka,
sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia,
proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2) Obsesi
Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas
pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,
organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan
tersebut.
3) Pendekatan
Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian
data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark),
memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4) Komitmen
jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk
itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka
panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM
dapat berjalan dengan sukses.
5) Kerja
sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim,
kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun
dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6) Perbaikan
Sistem Secara Berkesinambungan
7) Setiap
poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam
suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu
diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat
meningkat.
8) Pendidikan
dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan
merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk
terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan
belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis
dan keahlian profesionalnya.
9) Kebebasan
Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat
penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa
memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat.
Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu
keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil
dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10) Kesatuan
Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki
kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang
sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau
kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi
kerja.
11) Adanya
Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan
karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh
berarti
3.
Prinsip
Manajemen Mutu Terpadu
Hensler
dan Brunell (dalam Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam
manajemen mutu terpadu, antara lain:
1) Kepuasan
pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu,
melainkan mutu ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka
pelanggan sekolah adalah: (1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran,
teknisi dan tenaga administrasi, (2) Pelanggan eksternal terdiri atas :
pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan
masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan
tinggi maupun dunia usaha).
2) Respek
terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki
potensi dan merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3) Manajemen
berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan
pada perasaan atau ingatan semata.
4) Perbaikan
terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses
sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku
adalah PDCA, yaitu perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil
pelaksanaan rencana, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang
diperoleh.
4.
Komponen
Manajemen Mutu Terpadu
Komponen
manajemen terpadu dijelaskan oleh West-Burnham (1997, dalam Usman, 2011: 576)
terdiri dari empat komponen yaitu:
1) Prinsip-prinsip.
Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan,
sasaran dan policy sekolah. Peranan kepala sekolah sebagai pimpinan sangat
menentukan.
2) Proses.
Upaya yang dilakukan warga sekolah untuk memuaskan pelanggannya.
3) Pencegahan.
Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik
dilakukan perbaikan.
4) Manusia.
Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta
lebih menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan
Sallis (2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan
komponen mutu terdiri dari:
1) Kepemimpinan
dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan
rencana strategis, serta kepemimpinan.
2) Sistem
dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan
biaya mutu.
3) Kerja
tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang
digunakan.
4) Asesmen
diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei
kebutuhan pelanggan, dan pengujian standar.
Keempat
komponen tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan,
2) pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli
dan pelanggan.
5.
Langkah-langkah
Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu memberikan kesempatan kepada
sekolah untuk mengubah cara-cara tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu
tinggi, integritas tinggi terhadap aturan, dan komitmen dari semua level
(bawah, tengah, atas). Sebab cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam
pengembangan dan perubahan akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta
kesulitan dalam mengatasi rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber
daya manusia yang memiliki rancangan masa depan, melakukan inovasi dan mau
melangkah maju mencapai visi dan misi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah
selaku pimpinan merupakan kunci yang menjadi motor penggerak dalam memelihara
serta memperkuat proses peningkatan mutu secara terus menerus.n mengetahui
elemen mutu diharapkan penerapan dapat berjalan lancar.
Dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, terlebih
dahulu harus diperhatikan delapan elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993, Usman
2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, antara lain:
1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas harus seimbang
dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4) kerja sama
menjadi basis bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam bekerja, 6)
harus tersedia iklim keterbukaan, 7) gaji/upah harus adil, dan 8) warga sekolah
harus merasa memiliki.
D. PERILAKU
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN
MANAJEMEN MUTU TERPADU
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu
memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan
mengelola (kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam
melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk
penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan
mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan
lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya
memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu.
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001),
menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk
peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan
pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad
(2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap
strategi manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan
kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan
pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan
dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan
terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja
organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011) menjelaskan untuk mencapai
keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan dalam dunia
pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada pelanggan, (2)
fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4) memiliki strategi
mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar, (6) mendefinisikan
mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan rencana mutu, (8)
manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu melibatkan setiap
orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu, (11)
karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas
adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas,
(14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah
cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17)
mutu dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam
garis strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20)
memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam Usman, 2011: 290)
menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku kepala sekolah
yang efektif antara lain sebagai berikut.
1) Kepala
sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2) Kepala
sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3) Kepala
sekolah yang menghargai partisipasi staf
4) Kepala
sekolah yang memahami perasaan guru
5) Kepala
sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6) Kepala
sekolah yang terampil dan tertib
7) Kepala
sekolah yang berkemampuan dan efisien
8) Kepala
sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9) Kepala
sekolah yang tulus
10) Kepala
sekolah yang percaya diri
Sedangkan
perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang
rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan
dalam organisasi.
Dalam mencapai manajemen mutu (TQM), maka perubahan
adalah hal yang mutlak dilakukan suatu organisasi seiring dengan perubahan
perilaku pelanggan. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
mencerminkan pemantauan, visioner, transformasional, rencana jangka panjang,
membangun jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konsep
dasar kepemimpinan adalah menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja
dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas
serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Perilaku
kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga
pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia,
produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Keberhasilan pelaksananaan manajemen mutu terpadu,
salah satunya adalah faktor perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan
memiliki korelasi yang signifikan terhadap perilaku anggotanya dalam
melaksanakan manajemen mutu terpadu. Dalam bidang pendidikan, maka perilaku
kepala sekolah berpengaruh kepada guru dan staf dalam melaksanakan manajemen
mutu terpadu. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam
mendukung keberhasilan penerapan manajemen terpadu di sekolah adalah perilaku
yang berdasar pada prinsip utama manajemen mutu terpadu, yaitu kepuasan
pelanggan, respek terhadap semua orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan
terus menerus.
B. Saran
Penerapan manajemen terpadu di sekolah sebelumnya
harus meminta komitmen dari kepala sekolah sebab komitmen kepala sekolah akan
menentukan perilaku dan tindakan kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen
terpadu di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Swidi, A.K. 2011. Enhancing a Bank‟s competitive advantage through integration of TQM
practices, Entrepreneurial orientation and organizational culture, European
Journal of Social Sciences, 20(2),
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Managemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional Panduan
Quality Kontrol Bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta : Diva
Pres.
Budianto, Nanang. 2011. Kepemimpinan Pendidikan dalam Total Quality Management, Jurnal
Falasifa. Vol. 2 No. 1
Douglas T.J & Judge W.Q. 2001. Total Quality Management Implementation and
Competitive Advantage: The Role of Structural Control and Exploration.
Academy of Management Journal, 44(1), 158-169
Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad &
Fahrurozi. 2006. Total Quality Management
in Education: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia
Pendidikan. (online,
http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html,
diakses tanggal 04 Januari 2012).
Mulyadi. 2010.
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam
Mengembangkan Budya Mutu. Malang : UIN Maliki Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rad, A.M.M. 2005. A survey of total quality management in Iran Barriers to successful
implementation in health care organizations. Leadership in Health Services,
18(3), 12-35
Rivai,Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sommer, S.M. & Merritt, D.E. 1994. The Impact of a TQM Intervention on
Workplace Attitudes in a Health-care Organization, Journal of Organizational
Change Management,7(2), 53 – 62
Tjiptono, F & Diana, A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta:
Andi Offset
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Yunus, Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. (online,
http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html, diakses tanggal
04 Januari 2012).