Sabtu, 10 Juni 2017

Makalah Best Practice (PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MELALUI MUTU MANAJEMEN TERPADU DI SD NEGERI SUKAMANAH)

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MELALUI MUTU MANAJEMEN TERPADU DI SD NEGERI SUKAMANAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai pemimpin di sekolah tertentu dengan memiliki atau harus menguasai standar kompetensi kepala sekolah meliputi : 1) Kompetensi Kepribadian, 2) Kompetensi Manajerial, 3) Kompetensi  Kewirausahaan, 4) Kompetensi Supervisi, 5) Kompetensi Sosial. Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang sangat cepat di era globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing dalam pemenuhan kebutuhan kerja, dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan adalah penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Suatu pendekatan yang di adopsi dari dunia industri. Dimana layanan terhadap kepuasan pelanggan menjadi fokus utama dari pengelolaan perusahaan. Dalam konteks pendidikan, sekolah dipandang sebagai organisasi yang memberikan layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan siswa dan masyarakat.
Banyak faktor yang mendukung terhadap keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu. Salah satu faktor adalah perilaku kepemimpinan. Dalam sebuah organisasi, perilaku kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan spesifik seorang dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok  (Mulyadi, 2010: 47).  Misal seorang pemimpin organisasi yang selalu memberi motivasi pada anggotanya akan membuat para anggotanya percaya diri dan berusaha maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.
Pada sistem organisasi sekolah, kepala sekolah merupakan pemimpin bagi masyarakat sekolah lainnya. Guru, karyawan, dan siswa. Sebagai pemimpin, maka perilaku kepala sekolah akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat sekolah lainnya. Perilaku positif dari kepala sekolah akan memacu guru dan karyawan memberikan perilaku yang positif dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebaliknya, perilaku kepala sekolah yang negatif merupakan awal dari gagalnya penyelenggaran pendidikan di sekolah tersebut.
Keberhasilan penerapan menajemen mutu terpadu di sekolah juga tak lepas dari peran serta kepala sekolah sebagai pemimpin. Dalam makalah ini akan dipaparkan, bagaimana perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam menerapkan manajemen mutu terpadu.
B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana konsep dasar kepemimpinan?
2.        Bagaimana perilaku kepemimpinan?
3.        Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
4.        Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu terpadu?

C.    Tujuan
1.        Untuk membahas konsep dasar kepemimpinan.
2.        Untuk membahas perilaku kepemimpinan
3.        Untuk membahas konsep manajemen mutu terpadu.
4.        Untuk memaparkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu terpadu.

  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
      Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu topik penting dalam mempelajari dan mempraktikkan manajemen. Kepemimpinan berasal dari kata "pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko, mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain.
Kepemimpinan dapat pula didefinisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kohormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama (Rivai, 2003: 3).
Sebagian besar definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi (Usman, 2011: 280).
2.      Komponen Kepemimpinan
Budianto (2011) mengidentifikasi komponen dalam kepemimpinan, yaitu: (1) Adanya pemimpin dan orang lain yang di pimpin, (2) Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan, (3) Adanya tujuan akhir yang ingin di capai bersama dengan adanya kepemimpinan itu, (4) Kepemimpinan bisa timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu, (5) Pemimpin dapat di angkat secara formal atau di pilih oleh pengikutnya, (6) Kepemimpinan berada dalam situasi tertentu baik situasi pengikut maupun lingkungan eksternal.
Sedangkan Hoy dan Miskel memberi batasan empat komponen kepemimpinan, yaitu melibatkan orang lain, mendistribusikan kekuasaan, kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi organisasi lain atau pengikut, dan nilai yaitu menyakup semua sistem yang dapat menciptakan prilaku yang dipimpin (Mulyadi, 2010: 9).
3.      Tipe-tipe Kepemimpinan
G. R. Terry menjelaskan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut.
1)   Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership)
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2)   Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership)
Segala sesuatu kebijaksanaan dilaksanaan melalui bawahan-bawahan atau non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3)   Tipe kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership)
Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksi harus ditaati.
4)   Tipe kepemimpinan demokratis (democratic leadership)
Kepemimpinan demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab atas terlaksananya tujuan bersama.
5)   Tipe kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership)
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapa-bapaan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya untuk melindungi dan memberikan arah seperti halnya bapak kepada anaknya.
6)   Tipe kepemimpinan menurut bakat (indigenous leadership)
Kepemimpinan tipe ini timbul dari kelompok orang-orang informal, dimana mereka berlatih dengan adanya sitem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan.
4.      Kepemimpinan Efektif
Penelitian tentang kepemimpinan efektif dan tidak efektif mengemukakan bahwa pemimpin yang efektif tidak berdasarkan pada sifat manusia tertentu, tetapi pada seberapa jauh sifat seorang pemimpin dapat mengatasi keadaan yang dihadapinya. Sifat-sifat yang dimiliki pemimpin efektif antara lain, ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keterbukaan, keluasan hubungan sosial, kedewasaan, dan keadilan (Usman, 2011: 289).
Munning & Curtis dalam Usman (2011: 290) mengukur kepemimpinan efektif dengan indikator:
1)      Berdasarkan fakta
2)      Menciptakan visi
3)      Memotivasi
4)      Memberdayakan staf
B.  PERILAKU KEPEMIMPINAN
1.         Pengertian Perilaku
Notoatmodjo (2003) mendefinisikan perilaku sebagai tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Pendapat Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dapat dikatakan selanjutnya bahwa perilaku adalah keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
2.          Perilaku Kepemimpinan
Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pendapat Hasibuan Malayu (dalam Mulyadi, 2010: 47) tentang perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan meliputi aktivitas sebagai berikut.
1)   Mengambil keputusan
2)   Mengembangkan imajinasi
3)   Mengembangkan kesetiaan pengikutnya
4)   Pemrakarsa, penggiatan, dan pengendaian rencana
5)   Memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
6)   Melaksanakan kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan
7)   Memberikan tanda penghargaan
8)   Mendelegasikan wewenang kepada bawahannya
9)   Pelaksanaan keputusan dengan memberikan dorongan.
Sementara Gary Yulk mengidentifikasi empat belas perilaku kepemimpinan yang dikenal dengan taksonomi manajerial sebagai berikut :
1)      Merencanakan dan mengorganisasi (planning and organizing)
2)      Pemecahan masalah (problem solving)
3)      Menjelaskan peran dan sasaran (clarifying roles and objectifies)
4)      Memberi informasi (informing)
5)      Memantau (monitoring)
6)      Memotivasi dan memberi inpirasi (motivating and inspiring)
7)      Berkonsultasi (consulting)
8)      Mendelegasikan (delegating)
9)      Memberikan dukungan (supporting)
10)  Mengembangkan dan membimbing (developing and mentoring)
11)  Mengelola konflik dan tim (managing and team building)
12)  Membangun jaringan kerja (networking)
13)  Pengakuan (recognizing)
14)  Memberi imbalan (rewarding) (Mulyadi, 2010: 49-50).
Perilaku kepemimpinan yang dijabarkan penting dalam pelaksanaan manajemen organisasi untuk mengarahkan anggotanya dalam mencapai tujuan dan mutu organisasi.
C.  KONSEP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
1.        Pengertian
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi yang terdiri dari komponen kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, kurikulum, sarana pra sarana, dan lingkungan. Sebagai suatu organisasi, maka sekolah memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan melibatkan segala sumber daya, serta berbagai aktivitas yang dikoordinir oleh kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk menggerakkan semua komponen secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut sebagai manajemen.
Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya sekelompok orang yang bertugas mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks sekolah, manajemen adalah upaya yang dilakukan pimpinan sekolah untuk mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) dipopulerkan oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman, 2011: 567). Peter dan Waterman menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai budaya organisasi yang ditentukan dan didukung oleh pencapaian kepuasan pelanggan secara terus menerus melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari bermacam alat, teknik, dan pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus menerus dalam proses organisasi diharapkan akan menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994, dalam Yunus, 2003) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006) menyatakan manajemen mutu terpadu sebagai sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas berbeda tetapi memiliki satu kesamaan, yang bermuara pada satu definisi kesimpulan. Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
2.        Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu
Goetsch dan Davis (1994, dalam Fariadi, 2010) mengungkapkan sepuluh karakteristik Manajemen Mutu Terpadu atau TQM sebagai berikut.
1)      Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2)      Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3)      Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4)      Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5)      Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6)      Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7)      Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
8)      Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9)      Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10)  Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
11)  Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti
3.        Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
Hensler dan Brunell (dalam Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam manajemen mutu terpadu, antara lain:
1)      Kepuasan pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu, melainkan mutu ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka pelanggan sekolah adalah: (1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, (2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
2)      Respek terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki potensi dan merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3)      Manajemen berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan pada perasaan atau ingatan semata.
4)      Perbaikan terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku adalah PDCA, yaitu perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan rencana, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
4.        Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Komponen manajemen terpadu dijelaskan oleh West-Burnham (1997, dalam Usman, 2011: 576) terdiri dari empat komponen yaitu:
1)      Prinsip-prinsip. Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran dan policy sekolah. Peranan kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan.
2)      Proses. Upaya yang dilakukan warga sekolah untuk memuaskan pelanggannya.
3)      Pencegahan. Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik dilakukan perbaikan.
4)      Manusia. Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta lebih menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan Sallis (2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan komponen mutu terdiri dari:
1)      Kepemimpinan dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan rencana strategis, serta kepemimpinan.
2)      Sistem dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan biaya mutu.
3)      Kerja tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang digunakan.
4)      Asesmen diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei kebutuhan pelanggan, dan pengujian standar.
Keempat komponen tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan, 2) pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli dan pelanggan.
5.        Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengubah cara-cara tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu tinggi, integritas tinggi terhadap aturan, dan komitmen dari semua level (bawah, tengah, atas). Sebab cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam pengembangan dan perubahan akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta kesulitan dalam mengatasi rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki rancangan masa depan, melakukan inovasi dan mau melangkah maju mencapai visi dan misi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah selaku pimpinan merupakan kunci yang menjadi motor penggerak dalam memelihara serta memperkuat proses peningkatan mutu secara terus menerus.n mengetahui elemen mutu diharapkan penerapan dapat berjalan lancar.
Dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, terlebih dahulu harus diperhatikan delapan elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993, Usman 2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, antara lain: 1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas harus seimbang dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4) kerja sama menjadi basis bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam bekerja, 6) harus tersedia iklim keterbukaan, 7) gaji/upah harus adil, dan 8) warga sekolah harus merasa memiliki.
D.  PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola (kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu. 
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001), menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad (2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap strategi manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011) menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada pelanggan, (2) fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4) memiliki strategi mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar, (6) mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan rencana mutu, (8) manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu melibatkan setiap orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu, (11) karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas, (14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17) mutu dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam garis strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20) memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
1)   Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2)   Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3)   Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
4)   Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
5)   Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6)   Kepala sekolah yang terampil dan tertib
7)   Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
8)   Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9)   Kepala sekolah yang tulus
10)    Kepala sekolah yang percaya diri
 Sedangkan perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan dalam organisasi.
Dalam mencapai manajemen mutu (TQM), maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner, transformasional, rencana jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.

  
BAB III
PENUTUP


A.  Simpulan
Konsep dasar kepemimpinan adalah menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Keberhasilan pelaksananaan manajemen mutu terpadu, salah satunya adalah faktor perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan memiliki korelasi yang signifikan terhadap perilaku anggotanya dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu. Dalam bidang pendidikan, maka perilaku kepala sekolah berpengaruh kepada guru dan staf dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam mendukung keberhasilan penerapan manajemen terpadu di sekolah adalah perilaku yang berdasar pada prinsip utama manajemen mutu terpadu, yaitu kepuasan pelanggan, respek terhadap semua orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan terus menerus.
B.  Saran
Penerapan manajemen terpadu di sekolah sebelumnya harus meminta komitmen dari kepala sekolah sebab komitmen kepala sekolah akan menentukan perilaku dan tindakan kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen terpadu di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Swidi, A.K. 2011. Enhancing a Bank‟s competitive advantage through integration of TQM practices, Entrepreneurial orientation and organizational culture, European Journal of Social Sciences, 20(2),
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Managemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional Panduan Quality Kontrol Bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta : Diva Pres.
Budianto, Nanang. 2011. Kepemimpinan Pendidikan dalam Total Quality Management, Jurnal Falasifa. Vol. 2 No. 1
Douglas T.J & Judge W.Q. 2001. Total Quality Management Implementation and Competitive Advantage: The Role of Structural Control and Exploration. Academy of Management Journal, 44(1), 158-169
Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. (online, http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses tanggal 04 Januari 2012).
Mulyadi. 2010.  Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budya Mutu. Malang : UIN Maliki Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rad, A.M.M. 2005. A survey of total quality management in Iran Barriers to successful implementation in health care organizations. Leadership in Health Services, 18(3), 12-35
Rivai,Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sommer, S.M. & Merritt, D.E. 1994. The Impact of a TQM Intervention on Workplace Attitudes in a Health-care Organization, Journal of Organizational Change Management,7(2), 53 – 62
Tjiptono, F & Diana, A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Yunus, Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. (online, http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html, diakses tanggal 04 Januari 2012).


Kumpulan Soal PTS Semester Genap K. Merdeka dan K.13

Asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan t...