1. Hakikat Bahasa
Dalam masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam berbagai konteks dengan berbagai makna. Ada yang berbicara tentang “bahasa warna”, “bahasa bunga”, “bahasa diplomasi”, “bahasa militer” dan di kalangan terbatas, ada yang bicara tentang “bahasa tulisan”, ”bahasa lisan”, dan “bahasa tutur”. Bagi linguis, yang dimaksud dengan bahasa adalah sistem tanda bunyi yang
disepakati untuk dipergunakan oleh anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Definisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara tak beraturan.
Kedua, bahasa adalah sebuah tanda. Tanda adalah hal atau benda yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi (melihat, mendengar, dsb. Tegasnya bahasa itu bermakna.
Ketiga, bahasa adalah sistem bunyi. Pada dasarnya bahasa itu berupa bunyi, tulisan bersifatnya sekunder, karena manusia dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan.
Keempat, supaya orang dapat bekerjasama dan berkomunikasi, bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan.
Kelima, bahasa bersifat produktif. Artinya, sebagai sistem dari unsur-unsur yang jumlahnya terbatas dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia yang mempunyai fonem kurang dari 30 dapat menciptakan kata dan kalimat baru yang jumlahnya ribuan bahkan mungkin jutaan.
Keenam, bahasa bersifat unik. Artinya, tiap bahasa mempunyai sistem yang khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain.
Ketujuh, kebalikan dari yang telah diungkapkan sebelumnya, ada pula sifat-sifat bahasa yang dipunyai oleh bahasa lain, sehingga ada sifat yang universal, ada pula yang hampir universal. Misal: konfiks ke-an.
Kedelapan, bahasa mempunyai variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia untuk bekerjasama dan berkomunikasi untuk berbagai keperluan. Tiap orang, secara sadar atau tidak, mengungkapkan ciri khas yang tidak sama dengan bahasa orang lain. Kita katakan mempunyai idiolek.
Kesembilan, dengan bahasa suatu kelompok sosial juga mengidentifikasikan dirinya. Di antara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa diri sebagai
kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Entah berapa abad, dikenal orang Melayu dengan pepatah “bahasa menunjukkan bangsa”.
Kesepuluh, Bahasa mempunyai fungsi yang bergantung pada faktor-faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa, di mana, bilamana, berapa lama, untuk apa, dan dengan apa bahasa itu diujarkan. Ujaranlah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya (aspek bunyi dan makna).
2. Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara. Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka yang pada perkembangannya disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Ciri paling menonjol dalam perkembangan bahasa ini mulai masuknya bahasa Arab dan bahasa Parsi. Dalam perkembangannya bahasa Melayu Tinggi ini dipilih sebagai bahasa nasional dengan alasan:
- Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
- Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari.
- Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya.
- Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
- Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
Pada akhirnya bahasa Melayu dikukuhkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (“Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Selanjutnya, Bahasa Indonesia terus berkembang dan seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi bahasa Indonesia mengalami pembaruan yang cepat. Kosakata bahasa Indonesia dapat diibaratkan mengisi empat lingkaran sepusat. Lingkaran pusat pertama diisi oleh khazanah Bahasa Melayu dan serapan dari sejumlah bahasa Nusantara, seperti Bahasa Jawa Kuno/modern, Sunda, dan Minangkabau. Lingkaran kedua diisi oleh kosakata yang merupakan padanan konsep bahasa dalam lingkaran pertama. Lingkaran ketiga diisi oleh kosakata yang merupakan padanan kata asing yang diserap dengan atau tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Lingkaran keempat memuat kosakata asing yang menjadi tamu tetap dalam bahasa Indonesia.
Berdasarkan sejarah dan legalitasnya, bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu: Pertama sebagai bahasa nasional Adapun dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Lambang jati diri (identitas); (2) Lambang kebanggaan bangsa; (3) Alat pemersatu berbagai masyarakat; dan (4) Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah. Kedua sebagai bahasa resmi/Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut; (1) Bahasa resmi negara ; (2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan; (3) Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional; dan (4) Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu dan teknologi. Sementara itu, fungsi bahasa Indonesia di dalam sistem pendidikan formal berkaitan dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan.
3. Fungsi Bahasa Indonesia
Secara umum bahasa menduduki fungsi: (1) Fungsi informasi, yaitu untuk informasi timbal-balik antar anggota keluarga atau anggota-anggota masyarakat; (2) Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan,emosi atau tekanan-tekanan perasaan; (3) Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya.
Fungsi kontrol sosial untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Sementara itu, bahasa sebagai alat komunikasi menduduki fungsi antara lain: (1)Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu; (2)Fungsi regulatoris, bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain; (3)Fungsi interaksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; (4)Fungsi personal, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; (5) Fungsi heuristik, bahasa digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu; (6)Fungsi imajinatif, bahasa difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi; dan (7) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.
4. Ragam Bahasa Indonesia
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Faktor sosial dapat menjelaskan munculnya keberagaman bahasa yang berkenaan dengan pemakaian dan pemakainya. Keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti: kelas sosial, jenis kelamin, entitas, dan umur. Selain faktor kedaerahan, perbedaan dalam sebuah bahasa dapat juga terjadi karena faktor lain, seperti: latar belakang pendidikan pemakainya, pekerjaan, atau faktor drajat keresmian situasi. Keberagaman bahasa dari jenis ini disebut dengan dialek sosial atau sosiolek.
Secara sederhana pembagian ragam bahasa terbagi tiga yaitu: (1) Media (lisan dan tulis); (2) penuturnya (dialek, resmi, takresmi); dan (3) pokok persoalan (ilmu, hukum, niaga, sastra) dan sebagainya.
Ragam tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Ciri ragam bahasa tulis antara lain: (1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain; (2) Tidak terikat ruang dan waktu; (3) Kosa kata dipilih secara cermat; (4) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna; (5) Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap; (6) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu; dan (7) Berlangsung lambat.
Bahasa lisan mempunyai ciri: (1) Memerlukan orang kedua/lawan bicara; (2) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu; (3) Perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4) Berlangsung cepat; (5) Sering berlangsung tanpa alat bantu; (6) Kesalahan dapat langsung dikoreksi; dan (7) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Perbedaan yang mencolok antara ragam bahas tulis dengan ragam bahasa lisan adalah dari segi suasana peristiwa, dan segi intonasi. Bahasa resmi menggunakan aturan dan kaidah bahasa baku, dengan ciri seperti: Kemantapan dinamis, memiliki kaidah dan aturan yang relatif tetap dan luwes, Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit diberbagai ilmu dan teknologi. Ragam bahasa baku ini biasanya melalui proses kodifikasi yaitu tahap pembakuan tata bahasa, ejaan, dan kosa kata.
Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ungkapan atau ujaran-ujaran baku dan beku (forzen) sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial. Disebut beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah kata pun. Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Perhatikanlah ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam suatu persidangan di pengadilan. Contoh yang jelas dapat dilihat dalam upacara pernikahan, upacara bendera, serta baris-berbaris di kalangan tentara, pelajar atau karyawan instansi pemerintah.
Jadi, berdasarkan subdimensi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas: intim, (intimate), santai (casual), konsultatif (consultative), resmi (formal), dan beku (frozen). Untuk memudahkan mengingat istilah tersebut kita dapat menggunakan ‘jembatan keledai’ dengan cara memonik (metode meningkatkan daya ingat) yaitu menggunakan kalimat ICan Catch Five Fish. Ingat huruf I untuk intimate; C untuk casual; C untuk consultative; F untuk formal; F untuk frozen.
Ragam bahasa dilihat dari media atau sarananya ada dua yaitu ragam tulis dan ragam lisan. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Dalam ragam tulis terkait erat dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dalam ragam tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ragam lisan mempunyai ciri: (1) memerlukan orang kedua/lawan bicara; (2) tergantung situasi, kondisi, ruang dan waktu; (3) perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4) berlangsung cepat; (5) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
(6) kesalahan dapat langsung dikoreksi, dan; (7) dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda. Contoh ragam lisan antara lain pidato, ceramah, sambutan, diskusi, dll.
Secara sederhana perbedaan penggunaan bahas lisan dan tulis dapat dilihat dalam tabel berikut.
5. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Ungkapan “gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar” telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di lingkungan sekolah maupun jasa media massa. Kriteria yang dipakai untuk melihat pemakaian bahasa yang benar adalah kaidah bahasa yang meliputi aspek (1) tata bunyi atau fonologi; (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosa kata, termasuk di dalamnya penggunaan istilah; (4) ejaan; dan (5) makna.
Terima Kasih Semoga Bermanfaat...
Sumber : Modul SD Kelas Awal KK-A
Daftar Pustaka
Hs., Widjoyono. 2011. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
http://www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-diskusi-macam-macam.html. Akses 24 desember 2015.
http://www.duniasurat.com/2013/04/contoh-percakapan-dialog-bahasa-indonesia.html. Akses 22 desember 2015.
http://www.scribd.com/doc/77617067/Pengertian-Menyimak-Menurut-Para-Pakar. Akses 20 Desember 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia, 20 Desember 2015.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende Flores: NusaIndah.
Keraf, Gorys. 1994.Komposisi. Flores : Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
King, Larry. 2005. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana Saja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. 1981. Bahasa Indonesia Baku: dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24. Jakarta: Bhratera.
Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (penyunting). (2005). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Mulyati, Yeti dkk. (2007) , Keterampilan Berbahasa Indonesia SD Modul, Jakarta: Universitas Terbuka.
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas.
Pusat Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Hermina Sutami, Novika Sri Wrihatni (penyunting) 2008. Kosakata Bahasa Indonesia Mutakhir. Jakarta.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Puji, dkk. (2010). Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Semi, Atar. 1998. Menulis Efektif. Padang: Angkasa.
Soenjono Dardjowidjojo., (2000) Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Sugono, Dendy,. (1994). Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Sujanto. 1998. Membaca, Menulis, Berbicara untuk Mata Kuliah Dasar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Sutami,Hermina, Novika Sri Wrihatni (penyunting)., (2008). Kosakata Bahasa Indonesia Mutakhir. Jakarta. Pusat Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Tarigan, Djago dkk. (1998). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur . (1981). Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar