Senin, 03 Juli 2017

BILANGAN BULAT


1. Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Operasi hitung campuran bilangan bulat ini mulai dipelajari siswa SD kelas IV. Karena merupakan konsep baru, maka perlu bagi guru untuk memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan dan penggunaan media yang sesuai.
A. Tujuan
Dengan mengintegrasikan penguatan pendidikan karakter, diharapkan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini peserta dapat menentukan hasil operasi hitung campuran yang melibatkan tiga atau lebih bilangan bulat.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator pencapaian kompetensi materi ini adalah:
1. Menyebutkan konsep bilangan bulat dengan benar
2. Menjumlahkan dua bilangan bulat dengan benar
3. Mengurangkan dua bilangan bulat dengan benar
4. Mengalikan dua bilangan bulat dengan tepat
5. Membagi dua bilangan bulat dengan benar
6. Menyebutkan aturan operasi hitung campuran dengan benar
7. Menentukan hasil operasi hitung campuran yang melibatkan tiga atau lebih pada bilangan bulat dengan benar
C. Uraian Materi
1. Bilangan Bulat Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Perhatikan beberapa gambar di bawah ini. Menurut Anda, manakah yang mencerminkan bilangan bulat positif, dan manakah yang mencerminkan bilangan negatif?
Gambar 4. Contoh implementasi bilangan bulat

Gambar-gambar di atas merupakan contoh implementasi bilangan bulat. Sebagai contoh ketinggian puncak gunung jaya wijaya menunjukkan bilangan bulat postif 5.030 m di atas permukaan laut, sedangkan suhu pada puncaknya bisa mencapai suhu di bawah nol yang menunjukkan bilangan bulat negatif. Menurut Anda gambar mana saja yang menunjukkan bilangan bulat positif dan gambar mana yang menunjukkan bilangan bulat negatif?. Dengan mengamati gambar-gambar tersebut di atas, kita dapat mengajak siswa melihat bahwa matematika ada di sekitarnya.

a. Penjumlahan dan Pengurangan Dua Bilangan Bulat
Penjumlahan merupakan salah satu operasi hitung dasar yang pertama dikenalkan pada anak. Penggabungan dua kelompok benda atau himpunan adalah realisasi dari penjumlahan dua bilangan. Misalnya, Ibu mempunyai dua buah jeruk dan ayah mempunyai tiga buah jeruk.

Jika pertanyaannya adalah: berapakah jumlah jeruk ayah dan ibu, maka penjumlahan dua bilangan ini bermakna menggabungkan dua kelompok benda atau himpunan jeruk tadi.
Lain halnya dengan realisasi pengurangan dalam kehidupan. Pengurangan merupakan operasi hitung kedua yang dikenalkan pada anak setelah operasi penjumlahan. Pada operasi pengurangan, sesuai dengan namanya, berarti mengurangi atau mengambil sekelompok benda dari yang sudah ada. Matematika bermakna menotasikan dunia nyata, sehingga apabila kejadiannya: Ibu mempunyai dua buah jeruk, kemudian diberikan satu jeruknya kepada ayah, maka gambar peristiwa pengurangan tersebut seperti gambar di samping.

Operasi penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat ini akan difokuskan untuk operasi penjumlahan atau pengurangan yang melibatkan bilangan bulat negatif. Untuk memudahkan dalam membelajarkan pada siswa akan digunakan kancing sebagai alat bantu. Penentuan warna kancing untuk mewakili nilai bilangan bulat positif atau bilangan bulat negatif perlu disepakati sejak awal. Perlu juga diberi alasan yang mudah kita ingat dari penentuan warna tersebut. Disini, kita tentukan kancing hitam bernilai negatif dan kancing berwarna putih bernilai positif. Lebih lanjut penggunaan kancing baju dalam melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat akan dilakukan pada aktivitas pembelajaran.

b. Perkalian Dua Bilangan Bulat
Dalam kehidupan sering kita jumpai seorang dokter memberikan resep obat dengan aturan 2 × 3 atau 3 × 1 atau 1 × 3. Cara meminum obat 1 × 3 tentunya berbeda dengan 3 × 1. Itulah mengapa selain kita harus mengetahui hasil hitung operasi perkalian, hendaknya kita juga paham tentang konsep perkaliannya. Operasi perkalian secara konsep merupakan penjumlahan berulang. Pemahaman fakta perkalian bagi anak, biasanya dengan menggunakan peraga karena memang mereka berada pada tahap operasional konkret, yang berarti mereka akan paham suatu konsep melalui benda konkret.


c. Pembagian dua bilangan bulat
Pembagian secara konsep merupakan pengurangan berulang. Pada pengenalan awal kosep pembagian ini, biasanya angka yang digunakan adalah angka yang habis terbagi. Jadi ada juga yang menuliskan bahwa pembagian adalah pengurangan berulang sampai habis. Penggunaan garis bilangan dalam hal ini dapat membantu anak untuk mengerti konsep ini.
Misalnya, 12 : 3, dapat ditunjukkan dengan gambar garis bilangan seperti berikut.

Hasil bagi ditunjukkan dengan menghitung berapa kali bilangan 3 mengurangi 12 sehingga hasilnya nol. Ternyata ada 4 kali pengurangan. Jadi 12 : 3 adalah 4. Arah panah ke kiri menunjukkan operasi tersebut adalah pengurangan.

Operasi perkalian dan pembagian dua bilangan bulat ini juga akan difokuskan untuk operasi perkalian atau pembagian yang melibatkan bilangan bulat negatif. Untuk penanaman konsep akan digunakan garis bilangan sebagai alat bantunya. Lebih lanjut operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat dilakukan pada aktivitas pembelajaran.

3. Aturan Operasi Hitung Campuran
Dalam operasi hitung campuran terdapat aturan yang harus ditaati, agar hasil perhitungannya menjadi benar. Berikut adalah aturan operasi hitung campuran.
a. Operasi hitung dalam tanda kurung selalu dikerjakan terlebih dahulu.
Contoh:
1) 10 × (5 − 3) = 10 × 2 = 20
2) 18 : (4 + 2) = 18 : 6 = 3
Sebagai catatan, tanda kurung mempunyai prioritas utama dalam mengerjakan operasi hitung campuran. Walaupun operasi hitung dan angkanya sama, namun apabila tanda kurungnya berada pada tempat yang berbeda maka hasilnyapun bisa jadi berbeda.
Contoh:
1) 12 × 4 + 20 : 5 = 52
2) 12 × ( 4 + 20) : 5 = 57,6
3) 12 × (4 + 20 : 5) = 96
4) (12 × 4 + 20) : 5 = 13,6
b. Operasi perkalian dan pembagian dikerjakan terlebih dahulu daripada operasi penjumlahan dan pengurangan. Perkalian atau pembagian sifatnya lebih kuat dibandingkan dengan penjumlahan atau pengurangan.
Contoh: 1) 7 + 4 × 2 = 7 + 8 = 15
2) 12 − 6 : 3 = 12 − 2 = 10
c. Jika operasi perkalian dan pembagian berdampingan, maka kerjakan terlebih dahulu operasi hitungnya dari urutan depan
Contoh: 1) 6 × 8 : 2 = 48 : 2 = 24
2) 12 : (−2) × 5 = −6 × 5 = −30
d. Jika operasi penjumlahan dan pengurangan berdampingan, maka kerjakan terlebih dahulu operasi hitungnya dari urutan depan
Contoh: 1) 6 + 7 – 4 = 13 – 4 = 9
2) 8 − 6 + (−1) = 2 + (−1) = 1

4. Operasi Hitung Campuran Melibatkan Tiga Atau Lebih Bilangan Bulat
Operasi hitung campuran yang melibatkan tiga atau lebih bilangan bulat juga menggunakan aturan di atas. Sebenarnya operasi hitung campuran ini seringkali kita lakukan dalam kehidupan, terutama yang berkaitan dengan kegiatan jual beli. Misalnya, seorang pedagang buah membeli 5 keranjang buah mangga dan 4 peti buah jeruk. Satu keranjang mangga berisi 25 kg mangga seharga Rp200.000,00 dan satu peti jeruk berisi 20 kg jeruk seharga Rp180.000,00. Pedagang tersebut menjual mangga dan jeruk dengan keuntungan yang sama yaitu Rp2.000,00/kg. Apabila pedagang jeruk berhasil menjual 20 kg mangga dan 15 kg jeruk, maka berapakah uang yang telah ia peroleh?
Soal di atas dapat diselesaikan dengan operasi hitung campuran berikut.
20 × (200.000 : 25 + 2000) + 15 × ( 180.000 : 20 + 2000) =
seperti aturan di atas, maka yang kita kerjakan adalah yang diberi tanda kurung dahulu. Dalam tanda kurung tersebut ada operasi pembagian dan penjumlahan, yang dikerjakan adalah pembagian dahulu, sehingga menjadi:
20 × ( 8000 + 2000) + 15 × ( 9000 + 2000) = 20 × 10.000 + 15 × 11.000
= 200.000 + 165.000 = 365.000
Jadi pedagang buah tersebut telah memperoleh uang Rp365.000,00.

Semoga Bermanfaat.....!!!!
Sumber : Modul SD Kelas Atas KK-B (Profesional)

Pemerolehan Bahasa Anak

Oleh : Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd

A. Tujuan Penulisan
Setelah membaca dalam artikel ini, Bapak dan Ibu guru/pembaca diharapkan mampu:
1. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa dengan rasa tanggung jawab;
2. Menjelaskan tahapan pemerolehan bahasa dengan rasa percaya diri;
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan bahasa dengan kreatif.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator pencapaian kompetensi adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan pemerolehan bahasa anak.
2. Menjelaskan pembelajaran bahasa anak.
3. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa .
4. Menjelaskan tahapan pemerolehan bahasa.
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan bahasa.

C. Uraian Materi

1. Pemerolehan Bahasa Anak
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris aquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang untuk menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.

2. Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa Anak
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
1) Tahap satu kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada usia ini, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata, satu frase, atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini). 
2) Tahap dua kata, Satu frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat” dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Difa mainan” yang berarti “Difa sedang bermain dengan mainan”.
3) Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata ganda (multiple-wordutterences) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar.
Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

3. Pemerolehan Bahasa Anak secara Hirarkis
Bila dilihat secara hirarkis, maka pemerolehan bahasa anak dapat diuraikan seperti penjelasan di bawah ini:
1) Pemerolehan dalam Bidang Fonologi
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas. Proses bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.
Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/ dengan demikian, strukturnya adalah KV. Sehingga muncullah struktur seperti berikut: KV KV KV……papapa mamama ….. Konsonan dan vokalnya secara gradual berubah sehingga muncullah kata-kata seperti dadi, dida, dan sebagainya.
2) Pemerolehan dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin ia sampaikan adalah Dodi mau bobok, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah bok (untuk bobok)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih bok.
3) Pemerolehan dalam bidang Semantik
Dari segi sintaksis, USK (Ujaran Satu Kata) sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /bil/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan: Ma, itu mobil. Aku mau ke mobil. Papa ada di mobil, dsb.nya.
Senada dengan uraian Dardjowidjojo di atas Zuchdi (2001) menjelaskan tahap-tahap pemeroleh bahasa anak sebagai berikut.
1) Mendekut (mengeluarkan bunyi vokal)
Bayi pada umumnya sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri. Bunyi yang paling dominan dalam komunikasi bayi adalam melalui tangisan. Namun, berdasarkan kemahiran berbahasanya mendekut (cooing) adalah ekspresi oral bayi mengeksplorasi pemroduksian bunyi vokal.
2) Meraban/Mengoceh (mengandung konsonan dan bunyi vokal)
Bunyi-bunyian yang dihasilkan anak pada tahap ini adalah produksi yang dipilih oleh bayi terkait fonem-fonem yang dipilih baik bunyi vokal maupun konsonan yang merupakan ciri asal bahasa bayi. Meraban (babbling) ini berbeda pada setiap bayi, sedangkan mendekut (cooing) seluruh bayi sama.
3) Ucapan Satu Kata
Yang dimaksud ucapan dalam tahap ini terbatas pada bunyi vokal dan konsonan yang digunakan (Ingram, 1999). Bayi menggunakan suku kata ini, holofrastis, untuk menyampaikan intense, keinginan, atau tuntutan. Biasanya kata-kata yang diungkapkan adalah kata benda konkret yang dikenalnya seperti: mobil, buku, bola, dll atau bisa juga keinginan seperti papa, mama, kue, bobo, dll. Pada usia 18 bulan, anak-anak biasanya memiliki tiga sampai 100 kata. Namun, kosakata yang dimiliki terkadang tidak mencukupi untuk mengungkapkan keinginannya, akibatnya mereka sering melakukan kesalahan.
4) Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik
Secara bertahap antara usia 1,5 sampai dengan 2,5 tahun anak mulai mengombinasikan kata-kata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata. Komunikasi ini tampaknya lebih mirip dengan telegram daripada percakapan. Kata depan, kata sambung, dan fungsi morfem lainnya yang biasanya ditinggalkan. Oleh karena itu, para ahli bahasa menyebutkan ucapan-ucapan awal ini mirip di dalam telegram.
5) Struktur Kalimat Dasar
Pada usia dua tahun kata yang dimiliki anak berkembang dengan cepat. Pada umur tersebut anak sudah memiliki sekitar 300 s.d. 1000 kata dan menjelang umur tiga tahun sampai dengan 4 tahun kemahiran kosakata anak akan terus bertambah hingga anak mencapai fondasi dan struktur bahasa orang dewasa. Selanjutnya pada usia lima tahun, kebanyakan anak juga bisa mengerti dan memproduksi kalimat yang cukup kompleks. Pada usia sepuluh tahun, secara fundamental bahasa anak sudah sama seperti orang dewasa. Pada tahap struktur kalimat dasar anak melengkapi pemerolehan kalimat sekaligus pemerolehan semantik. Perkembangan semantik pada anak di SD akan semakin pesat. Kosa kata bertambah sekitar 3000-5000 kata per tahun (Tompkins, 1989). Menurut Budiasih dan Zuchdi (2001) anak SD sudah mampu mengembangkan bahasa figuratif/khayalan seperti ungkapan, kata kiasan, dan peribahasa.

4. Periode dan Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu: perkembangan prasekolah, perkembangan ujaran kombinatori, dan perkembangan masa sekolah.
Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan. Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua, khususnya ibu, dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya.
Kata-kata pertama yang diperoleh pada tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian. Dilihat dari unsur dasar pembentukannya kombinasi yang dibuat anak pada periode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) + tindakan (aksi) + objek, contoh Adik minum susu. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen + Aksi + Objek, Agen + Objek, misalnya Adik minum susu, Mama susu.
Pada masa tahap dua ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak, yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan. Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan. Pada tahap ini anak dengan bahasanya sudah mengembangkan kalimat-kalimat negatif atau penyangkalan sebagai contoh ketika anak merusakkan mainannya dan ditanya orang tuanya siapa yang merusak mainan anak akan menjawab penyangkalan dengan kalimat /Bukan Difa/. Perkembangan interogatif/pertanyaan. Pada tahap ini anak mengekspresikan pertanyaan dengan susunan gramatika yang sederhana. Misalnya ketika anak melihat benda mainan baru di lingkungan temannya anak sudah mampu merangkai kalimat /Sepeda siapa?/ Perkembangan penggabungan kalimat. Anak-anak dalam perkembangan linguistiknya sebelum 7 tahun sudah mampu menggabungkan kalimat-kalimat yang lebih panjang. Sebagai contoh, /Difa nggak boleh ikut, mas aja yang temenin bunda/.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak
1) Faktor Biologis
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
2) Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan yang menggunakan bahasa. Oleh karena itu, anak memerlukan orang lain untuk mengirimkan dan menerima tanda-tanda suara dalam bahasa itu secara fisik.
3) Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Zanden (1980) mendefinisikannya sebagai kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Meskipun, anak yang bernalar lebih tinggi tidak dapat dipastikan akan lebih sukses daripada anak yang berdaya nalar pas-pasan dalam hal pemerolehan bahasa. 4) Faktor Motivasi
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu motivasi dari dalam atau internal dan motivasi dari luar diri atau eksternal. Dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi bahasa sendiri. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat seperti: lapar, haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang (Goodman, 1986; Tompkins dan Hoskisson. 1995). Inilah yang disebut motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri anak sendiri.
6. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa
Istilah pemerolehan dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama, yaitu satu proses perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir. Istilah pembelajaran dipakai dalam proses belajar bahasa, umumnya bahasa yang dipakai yang dipelajari secara formal di sekolah atau bahasa asing, yang dialami oleh seorang anak atau orang dewasa setelah ia menguasai bahasa pertama. Bagi sebagian besar anak di Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama, meraka telah menguasai bahasa pertama mereka, yaitu bahasa daerah. Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini bahasa Indonesia menjadi bahasa asing bagi sebagian besar mereka.
Untuk memahami struktur dan aturan-aturan di dalam bahasa asing, ada dua cara yang dapat dipergunakan. Yang pertama adalah meminta seorang menerangkannya; yang kedua adalah menemukannya dengan cara sendiri. Cara yang pertama disebut eksplikasi (explication), sedangkan cara yang kedua disebut induksi (induction)
Eksplikasi adalah penjelasan aturan dan struktur bahasa asing dalam bahasa kita sendiri. Proses ini jarang sekali dipakai ketika seorang anak belajar bahasa pertama.
Induksi adalah cara mempelajari struktur dan aturan bahasa asing dengan mengulang-ulang kata, frasa, atau kalimat dalam situasi yang relevan sehingga diperoleh pemahaman yang tepat. Dengan cara ini, seorang pembelajar bahasa asing akan menganalisis dan menemukan generalisasi atau aturan dalam struktur bahasa yang dipelajarinya. Dalam situasi berikut, seorang pembelajar bahasa Indonesia akan memahami aturan membuat kalimat negatif dalam bahasa Indonesia.
Tuti makan ---> Tuti tidak makan
Tuti guru  ---> Tuti bukan guru

Di dalam pembelajaran bahasa ingatan juga penting. Memori atau ingatan berperan dalam proses mengingat struktur dan aturan dalam bahasa asing. Orang dewasa menggunakan strategi untuk mengingat dengan cara “menghafal di luar kepala” (rote).
Hal lain yang juga berkaitan dengan faktor psikologis adalah keterampilan motorik. Pada masa pertumbuhan, otak sebagai pengendali alat ucap anak masih sangat “lentur”. Hal itu, memudahkan anak untuk menirukan pengucapan kata-kata asing karena pada masa ini ia masih melatih berbagai keterampilan motoriknya, termasuk di antaranya adalah alat ucapnya.

Namun, hal-hal di atas juga harus didukung oleh faktor lain yang tak kalah penting yaitu faktor sosial. Faktor sosial ini masih dibedakan menjadi dua hal. Yang pertama adalah situasi natural. Yang kedua adalah situasi di dalam kelas. Seorang anak lebih mudah belajar bahasa asing dalam situasi yang sangat alami misalnya dalam situasi bermain. Bagi anak-anak beradaptasi dengan lingkungan baru akan lebih mudah jika dibandingkan dengan orang dewasa.
Di dalam proses pembelajaran bahasa dikenal pula istilah Hipotesis Umur Kritis (Critical Age Hypothesis). Hipotesis ini mempertimbangkan usia sebagai faktor untuk mencapai kemampuan berbahasa. Menurut Lenneberg (1967), usia 2 sampai dengan 12 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk mencapai kemampuan berbahasa seperti penutur asli, sedangkan menurut Kresen (1972) usia yang ideal untuk belajar bahasa adalah di bawah lima tahun.
Jadi, benarkah anak-anak lebih unggul daripada orang dewasa dalam proses pembelajaran bahasa asing? Jawabannya bergantung pada faktor mana yang paling berpengaruh dan dalam situasi apa mereka belajar.

Semoga dapat Membantu dan Bermanfaat...!!!
Sumber : Modul SD Kelas Atas KK-A

Hakikat, Fungsi, Kedudukan, dan Ragam Bahasa Indonesia

Oleh : Jaya Nagara

1. Hakikat Bahasa
Dalam masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam berbagai konteks dengan berbagai makna. Ada yang berbicara tentang “bahasa warna”, “bahasa bunga”, “bahasa diplomasi”, “bahasa militer” dan di kalangan terbatas, ada yang bicara tentang “bahasa tulisan”, ”bahasa lisan”, dan “bahasa tutur”. Bagi linguis, yang dimaksud dengan bahasa adalah sistem tanda bunyi yang
disepakati untuk dipergunakan oleh anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Definisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara tak beraturan.
Kedua, bahasa adalah sebuah tanda. Tanda adalah hal atau benda yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi (melihat, mendengar, dsb. Tegasnya bahasa itu bermakna.
Ketiga, bahasa adalah sistem bunyi. Pada dasarnya bahasa itu berupa bunyi, tulisan bersifatnya sekunder, karena manusia dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan. 
Keempat, supaya orang dapat bekerjasama dan berkomunikasi, bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan.
Kelima, bahasa bersifat produktif. Artinya, sebagai sistem dari unsur-unsur yang jumlahnya terbatas dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia yang mempunyai fonem kurang dari 30 dapat menciptakan kata dan kalimat baru yang jumlahnya ribuan bahkan mungkin jutaan.
Keenam, bahasa bersifat unik. Artinya, tiap bahasa mempunyai sistem yang khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain.
Ketujuh, kebalikan dari yang telah diungkapkan sebelumnya, ada pula sifat-sifat bahasa yang dipunyai oleh bahasa lain, sehingga ada sifat yang universal, ada pula yang hampir universal. Misal: konfiks ke-an.
Kedelapan, bahasa mempunyai variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia untuk bekerjasama dan berkomunikasi untuk berbagai keperluan. Tiap orang, secara sadar atau tidak, mengungkapkan ciri khas yang tidak sama dengan bahasa orang lain. Kita katakan mempunyai idiolek.
Kesembilan, dengan bahasa suatu kelompok sosial juga mengidentifikasikan dirinya. Di antara semua ciri budaya, bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa tiap kelompok sosial merasa diri sebagai
kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Entah berapa abad, dikenal orang Melayu dengan pepatah “bahasa menunjukkan bangsa”.
Kesepuluh, Bahasa mempunyai fungsi yang bergantung pada faktor-faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa, di mana, bilamana, berapa lama, untuk apa, dan dengan apa bahasa itu diujarkan. Ujaranlah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya (aspek bunyi dan makna).

2. Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara. Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka yang pada perkembangannya disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Ciri paling menonjol dalam perkembangan bahasa ini mulai masuknya bahasa Arab dan bahasa Parsi. Dalam perkembangannya bahasa Melayu Tinggi ini dipilih sebagai bahasa nasional dengan alasan:
  • Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
  • Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari.
  • Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya.
  • Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
  • Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.

Pada akhirnya bahasa Melayu dikukuhkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (“Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Selanjutnya, Bahasa Indonesia terus berkembang dan seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi bahasa Indonesia mengalami pembaruan yang cepat. Kosakata bahasa Indonesia dapat diibaratkan mengisi empat lingkaran sepusat. Lingkaran pusat pertama diisi oleh khazanah Bahasa Melayu dan serapan dari sejumlah bahasa Nusantara, seperti Bahasa Jawa Kuno/modern, Sunda, dan Minangkabau. Lingkaran kedua diisi oleh kosakata yang merupakan padanan konsep bahasa dalam lingkaran pertama. Lingkaran ketiga diisi oleh kosakata yang merupakan padanan kata asing yang diserap dengan atau tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Lingkaran keempat memuat kosakata asing yang menjadi tamu tetap dalam bahasa Indonesia.
Berdasarkan sejarah dan legalitasnya, bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu: Pertama sebagai bahasa nasional Adapun dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Lambang jati diri (identitas); (2) Lambang kebanggaan bangsa; (3) Alat pemersatu berbagai masyarakat; dan (4) Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah. Kedua sebagai bahasa resmi/Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut; (1) Bahasa resmi negara ; (2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan; (3) Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional; dan (4) Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu dan teknologi. Sementara itu, fungsi bahasa Indonesia di dalam sistem pendidikan formal berkaitan dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan.

3. Fungsi Bahasa Indonesia
Secara umum bahasa menduduki fungsi: (1) Fungsi informasi, yaitu untuk informasi timbal-balik antar anggota keluarga atau anggota-anggota masyarakat; (2) Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan,emosi atau tekanan-tekanan perasaan; (3) Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya.
Fungsi kontrol sosial untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Sementara itu, bahasa sebagai alat komunikasi menduduki fungsi antara lain: (1)Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu; (2)Fungsi regulatoris, bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain; (3)Fungsi interaksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; (4)Fungsi personal, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; (5) Fungsi heuristik, bahasa digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu; (6)Fungsi imajinatif, bahasa difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi; dan (7) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.

4. Ragam Bahasa Indonesia
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Faktor sosial dapat menjelaskan munculnya keberagaman bahasa yang berkenaan dengan pemakaian dan pemakainya. Keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti: kelas sosial, jenis kelamin, entitas, dan umur. Selain faktor kedaerahan, perbedaan dalam sebuah bahasa dapat juga terjadi karena faktor lain, seperti: latar belakang pendidikan pemakainya, pekerjaan, atau faktor drajat keresmian situasi. Keberagaman bahasa dari jenis ini disebut dengan dialek sosial atau sosiolek.
Secara sederhana pembagian ragam bahasa terbagi tiga yaitu: (1) Media (lisan dan tulis); (2) penuturnya (dialek, resmi, takresmi); dan (3) pokok persoalan (ilmu, hukum, niaga, sastra) dan sebagainya.
Ragam tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Ciri ragam bahasa tulis antara lain: (1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain; (2) Tidak terikat ruang dan waktu; (3) Kosa kata dipilih secara cermat; (4) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna; (5) Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap; (6) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu; dan (7) Berlangsung lambat.
Bahasa lisan mempunyai ciri: (1) Memerlukan orang kedua/lawan bicara; (2) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu; (3) Perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4) Berlangsung cepat; (5) Sering berlangsung tanpa alat bantu; (6) Kesalahan dapat langsung dikoreksi; dan (7) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Perbedaan yang mencolok antara ragam bahas tulis dengan ragam bahasa lisan adalah dari segi suasana peristiwa, dan segi intonasi. Bahasa resmi menggunakan aturan dan kaidah bahasa baku, dengan ciri seperti: Kemantapan dinamis, memiliki kaidah dan aturan yang relatif tetap dan luwes, Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit diberbagai ilmu dan teknologi. Ragam bahasa baku ini biasanya melalui proses kodifikasi yaitu tahap pembakuan tata bahasa, ejaan, dan kosa kata.
Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ungkapan atau ujaran-ujaran baku dan beku (forzen) sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial. Disebut beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah kata pun. Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Perhatikanlah ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam suatu persidangan di pengadilan. Contoh yang jelas dapat dilihat dalam upacara pernikahan, upacara bendera, serta baris-berbaris di kalangan tentara, pelajar atau karyawan instansi pemerintah.
Jadi, berdasarkan subdimensi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas: intim, (intimate), santai (casual), konsultatif (consultative), resmi (formal), dan beku (frozen). Untuk memudahkan mengingat istilah tersebut kita dapat menggunakan ‘jembatan keledai’ dengan cara memonik (metode meningkatkan daya ingat) yaitu menggunakan kalimat ICan Catch Five Fish. Ingat huruf I untuk intimate; C untuk casual; C untuk consultative; F untuk formal; F untuk frozen.
Ragam bahasa dilihat dari media atau sarananya ada dua yaitu ragam tulis dan ragam lisan. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Dalam ragam tulis terkait erat dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dalam ragam tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Ragam lisan mempunyai ciri: (1) memerlukan orang kedua/lawan bicara; (2) tergantung situasi, kondisi, ruang dan waktu; (3) perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4) berlangsung cepat; (5) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
(6) kesalahan dapat langsung dikoreksi, dan; (7) dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda. Contoh ragam lisan antara lain pidato, ceramah, sambutan, diskusi, dll.
Secara sederhana perbedaan penggunaan bahas lisan dan tulis dapat dilihat dalam tabel berikut.


5. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Ungkapan “gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar” telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di lingkungan sekolah maupun jasa media massa. Kriteria yang dipakai untuk melihat pemakaian bahasa yang benar adalah kaidah bahasa yang meliputi aspek (1) tata bunyi atau fonologi; (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosa kata, termasuk di dalamnya penggunaan istilah; (4) ejaan; dan (5) makna.

Terima Kasih Semoga Bermanfaat...
Sumber : Modul SD Kelas Awal KK-A
Daftar Pustaka 
Hs., Widjoyono. 2011. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
http://www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-diskusi-macam-macam.html. Akses 24 desember 2015.
http://www.duniasurat.com/2013/04/contoh-percakapan-dialog-bahasa-indonesia.html. Akses 22 desember 2015.
http://www.scribd.com/doc/77617067/Pengertian-Menyimak-Menurut-Para-Pakar. Akses 20 Desember 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia, 20 Desember 2015.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende Flores: NusaIndah.
Keraf, Gorys. 1994.Komposisi. Flores : Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
King, Larry. 2005. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana Saja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. 1981. Bahasa Indonesia Baku: dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24. Jakarta: Bhratera.
Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (penyunting). (2005). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Mulyati, Yeti dkk. (2007) , Keterampilan Berbahasa Indonesia SD Modul, Jakarta: Universitas Terbuka.
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas.
Pusat Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Hermina Sutami, Novika Sri Wrihatni (penyunting) 2008. Kosakata Bahasa Indonesia Mutakhir. Jakarta.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: Gramedia.
Santosa, Puji, dkk. (2010). Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Semi, Atar. 1998. Menulis Efektif. Padang: Angkasa.
Soenjono Dardjowidjojo., (2000) Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Sugono, Dendy,. (1994). Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Sujanto. 1998. Membaca, Menulis, Berbicara untuk Mata Kuliah Dasar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Sutami,Hermina, Novika Sri Wrihatni (penyunting)., (2008). Kosakata Bahasa Indonesia Mutakhir. Jakarta. Pusat Leksikologi dan Leksikografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Tarigan, Djago dkk. (1998). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur . (1981). Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.

Penelitian Tindakan Kelas

Oleh : Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd

A. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan artikel  ini adalah untuk membantu guru dan pembaca untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

B. Indikator pencapaian kompetensi
Setelah membaca artikel  ini Bapak/Ibu guru dan pembaca mampu:
1. menyusun Proposal PTK
2. menyusun Laporan PTK

C. Uraian Materi

1. Proposal PTK

a. Tujuan dan Manfaat Proposal PTK
Proposal PTK merupakan paparan rencana kegiatan yang dituliskan atau dituangkan dalam narasi. Intisari dari proposal penelitian berisi gagasan masalah yang akan diselesaikan, rencana pemecahan masalahnya, dan alasan tentang pentingnya masalah itu untuk diselesaikan.
Alur berpikir dalam menyusun proposal harus logis dan sistematis. Alur berpikir yang logis dan sistematis ini harus terlihat dari komponen-komponen proposal yang satu dengan lainnya saling terkait. Tujuannya agar rangkaian rencana tindakan dapat terarah dan mencapai tujuan, yaitu masalah dalam pembelajaran matematika dapat terselesaikan. Dengan demikian, proposal ini akan menjadi pedoman Anda dalam melaksanakan penelitian tindakan.

b. Komponen Proposal PTK
Proposal PTK pada dasarnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu pendahuluan, kajian pustaka, dan metode penelitian. Komponen pada pendahuluan umumnya terdiri ataslatar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ada yang menambahkan identifikasi masalah (diletakkan sebelum rumusan masalah) dan definisi operasional. Bagian kajian pustaka umumnya berisi landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Hipotesis dalam PTK adalah hipotesis tindakan sehingga dituliskan sebagai “hipotesis tindakan”. Komponen pada metode penelitian umumnya terdiri atas jenis penelitian, setting penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, jadwal pelaksanaan penelitian dan indikator keberhasilan. Bila penelitian yang dilakukan dibiayai oleh sponsor ditambahkan pula sumber dana. Prosedur penelitian, data dan teknik analisis data, jadwal pelaksanaan, dan prakiraan biaya.

Berikut adalah dua alternatif sistematika proposal PTK.
Alternatif 1
Judul Penelitian
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kajian Pustaka
Prosedur Penelitian (Rancangan dan Metode Penelitian)
Jadwal beserta rincian biaya

Alternatif 2
Sistematika Proposal PTK
Judul Penelitian
Bab I Pendahuluan
  • Latar belakang
  • Rumusan masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian
  • Definisi Opersional

Bab II Kajian Pustaka
Bab III Metode Penelitian
  • Subyek Penelitian
  • Lokasi Penelitian
  • Data dan sumber data
  • Instrumen penelitian
  • Teknik analisis data
  • Tahap/Siklus penelitian
  • Jadwal Pelaksanaan
  • Prakiraan biaya

c. Perancangan Proposal PTK Bagian Pendahuluan
Ibarat tubuh manusia maka bab Pendahuluan adalah bagian kepala. Hal ini bermakna, bab Pendahuluan merupakan bab yang pokok dan penting. Pada bagian ini, Anda menguraikan Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian. Subbab-subbab tersebut merupakan pengendali dari penelitian Anda. Perlu diingat antara subbab satu dengan lainnya harus merupakan satu jalinan yang logis.
1) Latar Belakang
       Latar Belakang ibaratnya wajah yang mencerminkan jati diri seseorang. Pada Latar Belakang, Anda harus meyakinkan pembaca bahwa masalah tersebut betul-betul masalah di kelas yang perlu, penting dan mendesak untuk diselesaikan. Untuk itu kemukakan secara jelas bahwa masalah itu merupakan masalah yang nyata terjadi di kelas Anda. Anda dapat mengungkapkan kembali catatan case study Anda dalam sajian bahasa yang lebih formal.
      Memulai gagasan pada Latar Belakang tidak perlu terlalu jauh. Contohnya, jika Anda hendak membicarakan keaktifan siswa di kelas maka Anda tidak perlu mengawalinya dengan pasal 31 UUD 1945. Memulai gagasan pada Latar Belakang adalah dari hal yang umum tapi tidak terlalu umum atau jauh, kemudian agak spesifik pada permasalahan Anda, setelah itu hal khusus menyangkut masalah penelitian Anda di kelas. Gagasan tersebut diungkapkan dalam kalimat-kalimat yang alurnya harus logis. Alur yang logis artinya runtut dan saling terkait antara suatu kalimat dengan kalimat berikutnya. Perlu diingat bahwa PTK adalah karya tulis ilmiah sehingga kata-kata didalamnya harus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
       Contoh rangkaian gagasan pada Latar Belakang untuk PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecahan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas V SD”. Perlu diingat bahwa fokus masalah penelitian ini adalah keaktifan siswa, maka untuk latar belakang dapat dimulai dari paparan tentang idealisme pendidikan matematika secara umum. Atau dari idealisme proses pembelajaran secara umum. Kemudian menuju pada gagasan yang agak spesifik misalnya kondisi pembelajaran matematika yang ideal dan harapan agar siswa berpartisipasi aktif. Namun, mengingat ini PTK latar belakang lebih baik fokus pada masalah kelas, sehingga hal pengantar umum jangan terlalu banyak.
        Berikutnya dapat dikontraskan paparan tentang kondisi yang ideal tersebut dengan kondisi nyata yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas Anda. Dalam hal ini dapat diungkapkan pengalaman pribadi guru seperti case study dalam bahasa yang formal. Berikutnya disampaikan bahwa ketidakaktifan siswa dalam pembelajaran berdampak timbulnya masalah-masalah lain, seperti konsentrasi belajar rendah, kondisi kelas tidak kondusif, proses belajar mengajar tersendat, hingga berakibat prestasi belajar matematika yang rendah. Dalam hal ini meyakinkan pembaca proposal bahwa masalah siswa tidak aktif itu ada di kelas dan sangat mengganggu kelancaran belajar mengajar, sehingga perlu diselesaikan atau diatasi. Pada paragraf selanjutnya dijelaskan akan mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan suatu pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sampaikan alasan mengapa memilih tipe STAD. Gunakan bukti-bukti penelitian atau sedikit paparan teori yang mendukung bahwa tipe STAD diyakini dapat mengatasi masalah ketidakaktifan siswa dalam pembelajaran. Pada akhir subbab Latar Belakang Anda dapat menyampaikan maksud melakukan penelitian tentang peningkatan keaktifan siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2) Rumusan Masalah
     Materi Rumusan Masalah diperoleh dari pengerucutan masalah pada Latar Belakang, hal ini menunjukkan jalinan logis antara Latar Belakang dan Rumusan Masalah.
Contoh:
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
Apakah pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions(STAD) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari bilangan pecahan?

3) Tujuan Penelitian
Pada materi tujuan penelitian, Anda menyatakan apa yang menjadi tujuan Anda melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus bermuara dari Rumusan Masalah sehingga konsisten atau sejalan. Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui tindakan penelitian, sedangkan tujuan penelitian merupakan pernyataan tujuan melakukan tindakan penelitian. Tentu merupakan hal yang aneh atau tidak logis jika antara yang ditanyakan (rumusan masalah) dengan tujuan penelitian tidak sejalan.
Materi tujuan penelitian ibaratnya kompas sebagai penunjuk arah, apa yang Anda cari dalam penelitian ini. Oleh karena itu, Tujuan Penelitian merupakan hal yang penting karena berdasarkan pernyataan inilah Anda mengendalikan arah penelitian.
Contoh pernyataan tujuan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari bilangan pecahan melalui pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD.
Itu berarti arah kegiatan Anda dalam memberikan serangkaian tindakan melalui PTK adalah untuk meningkatkan keaktifan siswa. Berdasarkan pernyataan tujuan penelitian ini Anda dapat menentukan indikator keberhasilan tindakan untuk satu siklus PTK. Tindakan dikatakan berhasil jika dalam proses pembelajaran telah menunjukkan peningkatan keaktifan siswa.
4) Manfaat Penelitian
Pada bagian Manfaat Penelitian, Anda menyampaikan nilai manfaat dari hasil penelitian yang diperoleh bagi guru, siswa, sekolah, atau instansi terkait lainnya. Uraikan sumbangsih hasil penelitian Anda terhadap kualitas pembelajaran sehingga tampak manfaatnya terutama bagi siswa. Kemukakan pula inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian ini.
Contoh pernyataan manfaat penelitian.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan memberikan data empirik bagi kepentingan peningkatan kualitas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan model pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa.
5) Definisi Operasional
Pada materi Definisi Operasional Anda mendefinisikan istilah-istilah yang Anda gunakan khususnya pada kalimat Judul Penelitian. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kesamaan persepsi mengenai arti atau makna istilah yang digunakan. Hal ini juga diperlukan jika terdapat beragam definisi terhadap istilah yang sama, maka Anda perlu menegaskan definisi mana yang Anda gunakan. Definisi mana yang digunakan ditentukan oleh dasar teori yang menjadi acuan Anda dalam melaksanakan penelitian. Definisi istilah dalam penelitian tidak mengacu pada kamus melainkan pada dasar teori yang digunakan dalam penelitian tersebut.
6) Menyusun Kajian Pustaka
Setelah Anda menyusun materi Pendahuluan, maka Anda kemudian perlu mencari berbagai pustaka untuk dipelajari dan dikaji sebagai bekal keilmuan dalam melakukan penelitian. Lalu, apa saja yang perlu Anda tuliskan pada kajian pustaka.
Bab Kajian Pustaka ibaratnya tubuh pada manusia yang menjadi penopang. Tubuh yang ideal tentu ukurannya harus proporsional dan lebih besar daripada kepala (bab pendahuluan). Hal ini artinya, Anda harus memiliki bekal ilmu yang memadai untuk melakukan penelitian. Semakin banyak buku yang dibaca dan dijadikan acuan tentu semakin terbuka wawasan Anda. Luasnya wawasan akan membuka pandangan Anda terhadap masalah penelitian menjadi lebih aktual dan akurat. Secara sederhana, jumlah halaman untuk Kajian Pustaka harus lebih banyak daripada jumlah halaman untuk Latar Belakang. Namun tentunya tidak asal menulis agar jumlah halaman bertambah banyak.
Pada materi Kajian Pustaka, Anda menuliskan berbagai sumber kajian yang relevan dengan masalah penelitian Anda. Uraian tersebut tidak hanya berupa pembahasan tapi juga analisis dan kesimpulannya. Materi Kajian Pustaka umumnya berisi penjelasan mengenai landasan teori, hasil penelitian yang relevan, Kerangka Pikir dan Hipotesis Tindakan.
7) Landasan Teori
Landasan teori membahas semua variabel pada judul penelitian dari perspektif teoritik. Anda memiliki gagasan masalah penelitian, Anda telah merumuskan masalahnya, dan menentukan tujuan penelitian Anda, maka Kajian Pustaka adalah bekal Anda untuk mencapai tujuan tersebut. Sebelum melakukan penelitian setidaknya Anda telah memiliki bekal konsep keilmuan dan teknis pelaksanaannya. Seorang yang akan meneliti harus mampu menjawab pertanyaan Apa, Mengapa, dan Bagaimana terkait dengan variabel penelitian. Bila relevan, harus mampu pula menjawab pertanyaan kapan, siapa, dan dimana.

Contoh landasan teori yang diperlukan untuk PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecahan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas V SD”. Pada judul tersebut terdapat beberapa kata kunci yaitu: keaktifan, konsep bilangan pecahan, pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD), siswa kelas V SD. Oleh karena itu, setidaknya Anda memerlukan landasan teori bagi semua kata kunci tersebut. Anda perlu mempelajari dan menuliskan berbagai teori tentang keaktifan. Tentu yang dimaksud disini adalah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Kemudian Anda perlu mempelajari dan menuliskan berbagai teori mengenai pembelajaran konsep bilangan pecahan. Mengapa teori tentang pembelajaran bilangan pecahan dan bukan konsep tentang bilangan pecahan itu sendiri? Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pembelajarannya dan bukan konsep bilangan pecahannya. Ingat pada saat kegiatan menganalisis masalah bahwa masalah ini lebih cenderung pada masalah strategi pembelajarannya dan bukan masalah materi (subject matter). Anda juga perlu mempelajari dan menuliskan teori pembelajaran kooperatif. Kemudian secara khusus Anda membahas mengenai tipe STAD. Dan, yang tak kalah penting adalah Anda perlu membahas karakteristik siswa SD khususnya kelas V misalnya dari tinjauan teori psikologi perkembangan.
8) Penelitian yang Relevan
Pada materi Kajian Pustaka perlu disampaikan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian Anda. Utamanya merupakan argumentasi rekomendasi terhadap rencana tindakan yang Anda pilih. PTK ibaratnya adalah proses terapi atau pengobatan terhadap suatu penyakit dalam pembelajaran, maka dalam hal ini guru adalah sang dokter. Dokter yang baik tentu tidak akan sembarangan dalam memberikan obat. Obat atau terapi yang diberikan tentu pilihan yang diyakini akan berhasil. Dasar dari keyakinan tersebut adalah hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa terapi tersebut manjur.

Penelitian seperti apa yang relevan untuk mendukung PTK Anda? Berikut contoh untuk PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecahan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas V SD”. Penelitian yang relevan antara lain: penelitian tentang keberhasilan pembelajaran kooperatif tipe STAD, penelitian tentang upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika SD, dan penelitian tentang keberhasilan pembelajaran konsep bilangan pecahan di SD. Yang diperhatikan adalah masalah dan hasil penelitiannya bukan metode penelitiannya. Jika Anda akan melakukan PTK bukan berarti penelitian lain yang relevan dengan penelitian Anda juga harus berupa PTK. Hasil penelitian sebelumnya dapat menjadi dasar pertimbangan Anda dalam menyusun rencana tindakan. Untuk itu, ketika Anda mempelajari suatu penelitian, Anda harus melihat pada bagian kesimpulan dan rekomendasi dari laporan penelitian tersebut.
9) Kerangka Pikir
Kerangka Pikir merupakan standing position atau pendapat pribadi peneliti setelah mempelajari sekian banyak buku teori/kajian pustaka dan hasil penelitian orang lain. Oleh karena itu, kerangka pikir hendaknya menunjukkan orisinalitas ide atau arah pemikiran peneliti yang murni, bukan kutipan-kutipan melainkan kata-kata peneliti sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
10) Hipotesis Tindakan
Hipotesis Tindakan adalah tindakan yang akan dilaksanakan guna memecahkan masalah yang diteliti dan adanya upaya melakukan peningkatan perbaikan. Ini berarti, hipotesis tindakan merupakan pernyataan sementara peneliti berdasarkan kajian pustaka bahwa jika dilakukan tindakan ini maka diyakini akan mengatasi masalah itu. Pernyataan yang dituangkan harus tegas dan diyakini kebenarannya.
Contoh hipotesis tindakan untuk PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecah dengan pembelajaran kooperatif tipe STADsiswa kelas V SD” adalah 
“Pembelajaran dengan kooperatif tipe tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecahan siswa kelas V SD”.
11) Metodologi Penelitian
Bagian akhir namun tak kalah penting dari sebuah proposal PTK adalah Metode Penelitian. Bagian ini menggambarkan rencana teknis PTK Anda. Umumnya bagian Metode Penelitian menjelaskan tentang Siapa, Dimana, Kapan dan Bagaimana. Siapa subjek yang akan diteliti atau yang akan dikenai tindakan. Dimana penelitian tesebut akan dilaksanakan dan kapan pelaksanaannya. Bagaimana teknis penelitian akan dilakukan. Teknis penelitian meliputi seperti apa teknik pengambilan datanya, bagaimana cara menganalisis data tersebut, dan bagaimana rencana tindakan penelitiannya.
Penelitian dengan tindakan mengandung kegiatan yang bersiklus. Hal yang dapat direncanakan hanyalah untuk siklus pertama, sedangkan rencana tindakan untuk siklus kedua dan seterusnya dirancang berdasarkan hasil refleksi. Oleh karena itu, proposal PTK berisi rencana awal yang sifatnya tentatif dan terus berkembang. Rencana tindakan pada proposal PTK bukanlah rencana yang merupakan skenario untuk setiap siklus. Berbeda dengan laporan PTK yang merupakan paparan dari kegiatan PTK yang telah dilaksanakan. Dalam laporan PTK, Anda harus menjelaskan tindakan yang dilakukan pada masing-masing siklus PTK.
12) Subyek Penelitian dan Lokasi Penelitian
Pada materi ini, Anda menyebutkan siapa yang akan diteliti atau siapa yang menjadi target rencana tindakan. Biasanya pada sub bab ini sekaligus diikuti dengan disebutkannya lokasi penelitian dan rencana waktu pelaksanaannya. Anda juga dapat menjelaskan tentang lokasi dan gambaran siswa yang menjadi subyek penelitian. Jelas bahwa subyek penelitiannya adalah siswa di kelas yang bersangkutan dimana kelas tersebut menjadi setting dari case study yang diangkat untuk PTK.

Contoh untuk PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari bilangan pecah dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas V SD”. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD....(.sebutkan nama sekolah tersebut ) Kecamatan........Kabupaten......(nama kecamatan dan kabupaten tempat sekolah berada). Penelitian akan dilaksanakan pada, misalnya bulan Januari 2010 atau dimulai pada awal semester 1 tahun ajaran 2009/2010.
13) Data dan Sumber Data
Mengingat tujuan PTK adalah perbaikan dalam kualitas pembelajaran di kelas, tentu sumber data yang akurat berada dalam lingkungan kelas itu sendiri. Utamanya adalah siswa, kemudian dokumen hasil belajar, buku harian, jurnal pribadi guru seperti case study, foto, laporan pengamatan, hasil angket.
Misalnya Anda sedang meneliti tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran tentu sumber data yang tepat adalah catatan guru atau hasil observasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tentunya kurang relevan bila untuk mengetahui keaktifan siswa hanya dilihat dari data presensi siswa.
Jika rumusan masalah Anda adalah “Apakah pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mempelajari bilangan pecahan?”, maka informasi apa yang Anda perlukan untuk menjawab rumusan masalah tersebut? Aktif tidaknya siswa selama proses pembelajaran dapat diketahui dari pengamatan, maka sumber data yang tepat adalah catatan guru. Bila informasi dari catatan guru dirasa masih kurang misalnya karena Anda membutuhkan informasi dari siswa sendiri, Anda dapat menambahkan informasi dari wawancara kepada siswa. Contoh lain, bila rumusan masalah Anda terkait dengan kompetensi siswa misalnya penguasaan konsep bilangan pecahan atau prestasi belajar bilangan pecahan, maka sumber data yang tepat disamping siswa itu sendiri juga data nilai hasil belajar siswa, dokumen portofolio siswa, atau hasil kerja siswa pada LKS, PR, dan sebagainya. Bila rumusan masalah Anda terkait dengan kemampuan mengingat tentu Anda tidak cukup mengumpulkan informasi dari hasil tes saja, Anda perlu melakukan wawancara kepada siswa.
Sumber data penelitian hendaknya memadai yaitu tidak hanya berasal dari satu sumber dan hendaknya ditinjau dari berbagai perspektif. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh informasi yang lengkap sebagai dasar membuat keputusan tindakan. Peneliti dapat memilah-milah mana sumber data utama dan mana sebagai sumber data pendukung.
14) Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data memiliki peran yang sangat penting dalam proses penelitian. Penarikan kesimpulan penelitian Anda ditentukan oleh data yang terjaring melalui instrumen penelitian. Bentuk instrumen penelitian yang harus Anda buat ditentukan oleh jenis teknik pengambilan datanya. Oleh karena itu, teknik pengambilan data yang Anda pilih harus dapat mencapai tujuan pengumpulan data yaitu untuk menjawab rumusan masalah. Jenis teknik pengambilan data dan instrumen penelitian yang bersesuaian dengan tujuan pengumpulan data.
Beberapa instrumen yang dapat digunakan peneliti untuk mengambil data dalam contoh penelitian di atas adalah sebagai berikut:
a) Peneliti. Peneliti adalah pengumpul data utama. Selain itu peneliti juga berperan sebagai perencana, pelaksana, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian.
b) Lembar. Angket keefektifan siswa mempelajari bilangan pecahan. Angket berupa kumpulan pertanyaan untuk mengetahui tingkat keefektifan siswa.
c) Lembar observasi. Lembar observasi digunakan peneliti sebagai pedoman dalam melakukan pengamatan tentang keefektifan siswa. Lembar observasi disusun berdasarkan pedoman observasi
d) Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan peneliti dalam melakukan tanya jawab baik dengan siswa maupun dengan guru yang bersangkutan agar wawancara yang dilakukan dapat terfokus pada sasaran.
e) Catatan lapangan. Catatan lapangan merupakan sumber informasi berdasarkan hasil observasi berbagai aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, hubungan interaksi antar guru dan siswa, serta interaksi antara siswa dengan siswa. Aspek perencanaan, pelaksanaan, diskusi dan refleksi dituangkan secara deskriptif dalam catatan lapangan.

15) Teknik Pengumpulan Data
Pemilihan teknik pengambilan data ditentukan berdasarkan sumber data penelitian. Misal pada contoh masalah penelitian meningkatkan keaktifan siswa, sumber data yang relevan adalah dari siswa melalui pengamatan atau catatan guru selama pembelajaran dan wawancara kepada siswa. Maka, teknik pengambilan datanya menggunakan observasi dan wawancara. Contoh masalah penelitian meningkatkan minat belajar, sumber data yang relevan adalah dari siswa melalui performa dan pendapatnya. Maka, teknik pengambilan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan angket. Contoh masalah penelitian meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan atau prestasi belajar bilangan pecahan, sumber data yang relevan adalah siswa yang dapat dilihat dari performa tertulis maupun verbal. Maka, teknik pengambilan datanya menggunakan tes hasil belajar, hasil kerja dalam LKS, PR, dan wawancara.
Suatu PTK memerlukan instrumen penelitian yang dapat mengumpulkan data mengenai proses pembelajaran dan tidak hanya mengenai hasil pembelajaran. Instrumen yang dibuat hendaknya dapat menangkap informasi mengenai terjadinya perubahan, perbaikan, atau peningkatan dalam proses pembelajaran dan bukan hanya informasi mengenai hasil dari intervensi yang telah dilakukan guru. Oleh karena itu, Anda tidak cukup hanya menggunakan tes sebagai alat pengumpul data dalam PTK. Berikut ini pembahasan mengenai teknik pengumpulan data yang berorientasi pada proses.
a) Observasi. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Pengamatan obyek dengan sistematika fenomena maksudnya pengamatan difokuskan pada perilaku tertentu. Contohnya observasi keaktifan siswa maka fenomena yang diamati adalah perilaku yang memenuhi indikator aktif dalam pembelajaran.
b) Wawancara. Wawancara adalah kegiatan tanya jawab lisan antara pewawancara dan narasumber. Dalam kegiatan wawancara, memungkinkan bagi pewawancara untuk memperhatikan ekspresi wajah, gerak tubuh, dan intonasi suara dari narasumber yang diwawancarainya. Oleh karena itu, wawancara sangat berguna bila peneliti memerlukan informasi yang sifatnya abstrak, misalnya ingin mengetahui keterampilan berpikir siswa, pendapatnya, perasaannya, dan sebagainya.
Berbeda dengan observasi, untuk melakukan wawancara diperlukan pemilihan dari subyek penelitian bila subyek penelitian sangat banyak jumlahnya. Misalkan dalam satu kelas terdapat lebih dari 30 siswa, tentu amat sulit dan menghabiskan banyak waktu bila harus mewawancarai semua siswa. Pemilihan siswa yang akan diwawancarai hendaknya representatif atau dapat mewakili kondisi yang ada di kelas. Misalkan wawancara untuk mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran konsep bilangan pecahan dengan alat peraga, maka sampel yang diambil harus mewakili siswa yang pandai, siswa yang sedang, dan siswa yang dibawah rata-rata.
c) Angket. Angket atau quesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan daftar pertanyaan atau pernyataan untuk diisi oleh responden. Responden dalam PTK adalah siswa atau pihak lain yang mungkin terlibat dalam penelitian sebagai sumber data. Macam angket bisa berupa pertanyaan terbuka sehingga responden leluasa memberikan jawaban. Angket juga bisa berupa pernyataan-pernyataan dimana responden kemudian memilih jawaban yang sesuai dengan pendapatnya. Angket lebih tepat untuk menjaring informasi tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, atau diyakini.
Penggunaan angket juga memerlukan waktu khusus diluar kegiatan pembelajaran, namun angket dapat digunakan untuk menjaring informasi dari banyak responden sekaligus. Kelemahan menggunakan angket justru berasal dari responden sendiri, yaitu bila responden tidak memahami makna kalimat pertanyaan/pernyataan atau bila responden tidak memberikan jawaban yang jujur. Kelemahan tersebut dapat diminimalisir dengan menyusun kalimat pada angket sejelas mungkin dan guru menjelaskan pada siswa petunjuk pengisiannya serta perlunya memberikan jawaban apa adanya dan tidak ada sanksi apapun atas jawaban tersebut. Pengisian angket tersebut sekaligus melatih kejujuran responden.
16) Teknik Analisis Data
Jenis data dalam penelitian dapat dibedakan menjadi data kualitatif dan data kuantitatif. Sederhananya, data kuantitatif tentu berupa angka-angka seperti nilai hasil belajar, sedangkan data kualitatif berupa kata-kata seperti catatan pribadi guru, hasil observasi, hasil wawancara. Memahami jenis data yang terkumpul dari penelitian Anda, diperlukan untuk menentukan teknik analisis data yang tepat.
Bila data Anda berupa data kuantitatif, maka analisis datanya menggunakan statistika sederhana seperti rata-rata, modus, atau simpangan baku. Bila data Anda berupa data kualitatif maka analisis data dilakukan melalui:
a) Reduksi data. Reduksi data dilakukan untuk memilah data yang sesuai dengan tujuan penelitian agar data yang terkumpul lebih terarah dan lebih mudah dikelola.
b) Penyajian data. Penyajian data melalui informasi secara sistematik dari reduksi data mulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi sehingga mempermudah dalam membaca data.
c) Triangulasi Data. Triangulasi dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil observasi, hasil wawancara dengan siswa dan guru, angket kreativitas siswa untuk mengecek keabsahan data.
d) Penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan berdasar hasil semua data yang telah diperoleh.
17) Tahap/Siklus penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas pada dasarnya ada empat kegiatan yang dilakukan yaitu a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), dan d) refleksi (reflecting). Kegiatan pada perencanaan antara lain melakukan identifikasi, merumuskan masalah, menganalisis masalah dan pengembangan intervensi. Kegiatan tindakan merupakan kegiatan praktis sebagai agenof change dalam pembelajaran yang dilakukan peneliti dalam memberdayakan siswa. Kegiatan pengamatan dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara akurat untuk melihat kelebihan dan kelemahan teman yang melakukan pembelajaran dan selanjutnya di analisis. Kegiatan refleksi adalah kegiatan yang mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi pada saat pembelajaran baik pada siswa, suasana kelas maupun guru pelaku pembelajaran. Empat kegiatan tersebut dalam PTK dinamakan siklus. Siklus berikutnya dimunculkan apabila dalam siklus sebelumnya belum mencapai indikator keberhasilan. Kegiatan pada siklus berikutnya dapat sama dengan kegiatan pada siklus sebelumnya dengan berbagai tambahan berdasarkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya.
18) Jadwal Pelaksanaan
Jadwal penelitian merupakan rencana yang akan dilakukan dan kegiatannya meliputi persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil penelitian dan umumnya tertuang dalam bentuk matriks. Berikut salah satu contohnya.

19) Perkiraan biaya
Dalam melaksanakan penelitian memang dibutuhkan biaya. Besar biaya pengeluaran hendaknya sudah diperkirakan sebelumnya. Alokasi biaya disusun berdasarkan pos-pos kegiatan dan volume pekerjaan pada masing-masing tahap kegiatan. Tahap kegiatan pada penelitian adalah persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Anda kemudian menjabarkan secara rinci pekerjaan yang harus dilakukan pada masing-masing tahap diikuti dengan perkiraan biayanya.
Alokasi biaya disusun berdasarkan kebutuhan yaitu pos untuk honorarium tim peneliti; pos untuk pengadaan bahan dan alat penelitian seperti alat peraga, kertas, dan lain-lain; pos untuk perjalanan seperti sewa kendaraan, konsumsi, akomodasi; pos untuk menyusun laporan penelitian; pos untuk seminar (bila hasil penelitian tersebut akan disebarluaskan); pos lain-lain untuk hal-hal yang tidak terduga.

2. Laporan PTK

a. Halaman Judul
1) Halaman judul dalam terdiri atas judul penelitian, oleh, nama peneliti, nama institusi/lembaga, nama kota, tahun.
2) Judul diketik menggunakan huruf kapital.
3) Apabila judul lebih dari satu baris diketik dengan spasi tunggal.
4) Nama peneliti ditulis lengkap menggunakan huruf kapital untuk setiap awal katanya.
5) Nama diketik menggunakan huruf kapital untuk setiap awal katanya.
6) Nama institusi atau lembaga dan nama kota seluruhnya diketik menggunakan huruf kapital.
7) Semua yang terdapat pada halaman judul dalam ditempatkan secara simetris.
b. Pernyataan Keaslian Karya Tulis
Peneliti harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa laporan penelitian yang dibuat merupakan tulisan asli dari peneliti dan bukan hasil penjiplakan. Surat pernyataan tersebut harus ditandatangani. Hal tersebut menunjukkan kejujuran kita terhadap keaslian karya kita.
c. Lembar Persetujuan/Pengesahan
1) Pengetikan dimulai dari margin/batas atas.
2) Halaman persetujuan berisi informasi tentang judul penelitian, nama peneliti, NIP, waktu, dan tanda tangan oleh Kepala Sekolah dengan dibubuhkan cap sekolah , dan tanda tangan pembimbing serta kepala institusi.
3) Apabila judul lebih dari satu baris maka diketik menggunakan spasi tunggal.
d. Abstrak atau Ringkasan
Abstrak ini dimaksudkan untuk memberikan informasi secara ringkas tentang penelitian yang dilakukan termasuk hasilnya sehingga pembaca dapat mengambil keputusan tentang penting tidaknya membaca laporan tersebut.
1) Isi Abstrak
Abstrak laporan hasil penelitian memuat tentang masalah, tujuan, hipotesis metode penelitian termasuk teknik dan data yang digunakan, dan temuan utama. Umumnya terdiri dari tiga alinea atau tiga paragraf.
2) Pengetikan Abstrak
a) Kata abstrak seluruhnya diketik menggunakan huruf kapital, ditempatkan ditengah-tengah kertas (simetris) dan dimulai pada margin atas.
b) Judul seluruhnya diketik menggunakan huruf kapital dan berjarak dua spasi di bawah kata abstrak dengan posisi ditengah-tengah kertas.
c) Kata oleh diketik menggunakan huruf kecil kecuali huruf awal menggunakan huruf kapital dan berjarak tiga spasi di bawah judul dengan posisi di tengah kertas.
d) Nama peneliti diketik menggunakan huruf kecil kecuali huruf awal setiap kata menggunakan huruf kapital dan berjarak dua spasi di bawah kata oleh dengan posisi di tengah kertas.
e) Isi abstrak berjarak empat spasi di bawah nama peneliti dan diketik dengan rata kiri dan kanan.
f) Jarak antar baris dalam abstrak diketik menggunakan spasi tunggal.
g) Jarak antar paragraf dalam abstrak diketik menggunakan spasi ganda.
h) Jumlah abstrak berkisar antara 200 kata.
e. Kata Pengantar
1) Pengetikan dimulai dari margin/batas atas.
2) Kata “Kata Pengantar” diketik seluruhnya dengan huruf kapital dan ditempatkan secara simetris.
3) Kata pengantar berisikan:
a) Gambaran umum tugas dan pelaksanaannya, pegangan kerja peneliti, dan hasil yang dicapai.
b) Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan.
c) Tempat dan waktu penelitian serta penulisannya.
d) Nama peneliti atau yang bertanggungjawab.
4) Secara keseluruhan diketik menggunakan spasi ganda.
5) Isi kata pengantar berjarak empat spasi di bawah judul kata pengantar 
f. Daftar Isi
1) Daftar isi memuat tentang judul-judul bab dan subbab beserta nomor halamannya.
2) Pengetikan judul “DAFTAR ISI” dimulai dari margin/batas atas secara simetris tanpa tanda petik.
3) Di bawah DAFTAR ISI dengan jarak tiga spasi diketik kata Halaman dengan huruf “n” pada kata halaman terdapat pada batas batas/margin kanan (rata kanan).
4) Judul-judul yang dijadikan sebagai daftar isi diketik mulai dari batas batas kiri dengan jarak empat spasi di bawah DAFTAR ISI.
5) Nomor halaman untuk setiap judul yang dimasukkan dalam daftar isi diketik rata kanan.
6) Semua halaman sebelum halaman daftar isi tidak dimasukkan pada daftar isi.
7) Yang dimasukkan pada daftar isi mulai dari daftar tabel hingga akhir yaitu daftar pustaka.
8) Daftar isi diberi nomor halaman menggunakan angka Romawi kecil dengan urutan melanjutkan nomor halaman sebelumnya.
9) Nomor halaman diketik di kanan bawah satu spasi di bawah margin/batas bawah dan rata kanan.
g. Daftar Tabel
1) Daftar tabel memuat tentang semua tabel yang terdapat pada laporan penelitian beserta nomor halamannya.
2) Pengetikan judul “DAFTAR TABEL” dimulai dari margin/batas atas secara simetris tanpa tanda petik.
3) Tiga spasi di bawah DAFTAR TABEL diketikkan: (a) Kata “Tabel” tanpa tanda petik dan rata kiri dan (b) Sejajar dengan kata Tabel, ketikkan kata “Halaman” tanpa tanda petik dengan posisi rata kanan.
4) Pengetikan digit terakhir nomor urut tabel ditempatkan lurus dengan huruf “l” pada kata Tabel.
5) Tabel pertama diketik empat spasi di bawah judul DAFTAR TABEL.
6) Nomor halaman tabel diketik dengan digit terakhir berada pada batas margin/batas kanan sehingga lurus dengan huruf “n” pada kata Halaman.
7) Daftar tabel diberi nomor halaman menggunakan angka Romawi kecil dengan urutan melanjutkan nomor halaman sebelumnya.
8) Nomor halaman diketik di kanan bawah satu spasi di bawah margin/batas bawah dan rata kanan.
h. Daftar Gambar
1) Daftar gambar memuat tentang semua gambar yang terdapat pada laporan penelitian beserta nomor halamannya.
2) Pengetikan judul “DAFTAR GAMBAR” dimulai dari margin/batas atas secara simetris tanpa tanda petik.
3) Tiga spasi di bawah DAFTAR GAMBAR diketikkan: (a) Kata “Gambar” tanpa tanda petik dan rata kiri dan (b) Sejajar dengan kata Gambar, ketikkan kata “Halaman” tanpa tanda petik dengan posisi rata kanan.
4) Pengetikan digit terakhir nomor urut gambar ditempatkan lurus dengan huruf “r” pada kata Gambar.
5) Gambar pertama diketik empat spasi di bawah judul DAFTAR GAMBAR.
6) Nomor halaman gambar diketik dengan digit terakhir berada pada batas margin/batas kanan sehingga lurus dengan huruf “n” pada kata Halaman.
7) Daftar gambar diberi nomor halaman menggunakan angka Romawi kecil dengan urutan melanjutkan nomor halaman sebelumnya.
8) Nomor halaman diketik di kanan bawah satu spasi di bawah margin/batas bawah dan rata kanan.
i. Daftar Lampiran
Berisikan lampiran yang diperlukan untuk memperjelas dan memperkuat laporan hasil penelitian yang dilakukan.
1) Lampiran merupakan tambahan penjelas yang bermanfaat dan tidak dibahas dalam teks karena akan mengganggu dalam pembahasan. Lampiran ini dapat berupa surat menyurat yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, data, kuesioner, perhitungan, gambar, foto, peta, dan penunjang lainnya.
2) Bagian ini terpisah dengan bagian yang lainnya yang dipisahkan dengan kertas yang bertuliskan “LAMPIRAN” tanpa tanda petik pada pusat kertas dan tidak dihitung dalam penomoran halaman.
3) Apabila jumlah lampiran banyak dapat disajikan secara berkelompok.
4) Tabel dan gambar yang terdapat pada lampiran harus diberi nomor dengan mengikuti urutan nomor yang terdapat pada teks, diberi judul, dan dicantumkan dalam daftar tabel dan daftar gambar di halaman bagian awal.
j. Bab I, II, dan III
Isi laporan penelitian pada Bab I, Bab II, dan Bab III dapat menggunakan apa yang sudah ditulis pada Bab I, Bab II, dan Bab III proposal penelitian. Seperti telah dipelajari sebelumnya, proposal penelitian berisi rencana bagaimana penelitian akan dilakukan. Oleh karena itu, untuk melaporkan bagaimana penelitian telah dilakukan, peneliti dapat mengunakan proposal tersebut sebagai bahan untuk menulis laporan, tentu dengan beberapa penyesuaian. Penyesuaian ini terutama berkaitan dengan hal-hal yang berbau “rencana” dalam proposal dirubah tidak lagi sebagai rencana melainkan sesuatu yang memang telah dilakukan. Misal, pada proposal dikatakan bahwa “penelitian ini akan dilakukan untuk …” maka dalam laporan berubah menjadi “penelitian ini dilakukan untuk …”, tanpa ada kata “akan” lagi. Selain itu, apabila dalam pelaksanaan penelitian ternyata terdapat beberapa penyesuaian langkah penelitian berbeda dengan proposal, maka dalam laporan penelitian dituliskan langkah-langkah riil yang dilakukan, bukan yang dituliskan dalam proposal.
Selanjutnya, peneliti tinggal menuliskan Bab IV dan Bab V, yaitu tentang hasil dan pembahasan serta kesimpulan dan saran penelitian.
k. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan merupakan bab yang paling penting dan memiliki makna yang tinggi bagi seorang peneliti dibandingkan dengan bab-bab yang lain karena disinilah dapat dilihat hasil karya seorang peneliti dari hasil penuangan pikiran, perlakuan, pengamatan tanpa campur tangan pendapat ahli atau peneliti lain. Peneliti benar-benar harus konsentrasi penuh dalam menuangkan karyanya melalui perencanaan, tindakan, maupun pengamatan baik menggunakan angket, tes, wawancara, diskusi dan lainnya. Pada bagian ini paling tidak memuat hal-hal sebagai berikut
1) Deskripsi setting penelitian
Deskripsi setting penelitian menguraikan gambaran kondisi lapangan atau kelas yang digunakan, waktu tindakan yang telah dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif dari semua aspek tau semua hal yang dapat direkam selama melakukan penelitian. Rekaman dapat berupa catatan-catatan saat di lapangan atau menggunakan alat bantu yang lain.

Kumpulan Soal PTS Semester Genap K. Merdeka dan K.13

Asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan t...