Selasa, 13 Juni 2017

Perpanjangan Entry Nilai pada Aplikasi DAPODIK 2017c

Yang terhormat,

1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
2. Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota
3. Kepala Sekolah SD, SMP, SLB, SMA dan SMK
4. Operator Dapodik
Di Seluruh Indonesia
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pada tanggal 29 April 2017, kami telah mempublikasi Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor 08/D/KR/2017 tentang Pengisian Nilai Akhir Rapor, US dan USBN di Dapodik. Dalam surat edaran tersebut disampaikan bahwasannya Kepala Sekolah untuk melakukan pengisian Nilai Akhir Rapor semester I (satu) sampai dengan 6 (enam), Nilai Ujian Sekolah (US), dan Nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) ke dalam aplikasi Dapodik dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Nilai yang dientri ke dalam Aplikasi Dapodik, yaitu Nilai Akhir Rapor, US dan USBN.
2. Kolom yang harus diisi, yaitu KKM, Nilai dan Predikat.
3. Entri nilai dilakukan oleh wali kelas dan guru mata pelajaran sesuai akses di Aplikasi Dapodik.
4. Satuan Pendidikan SMP, SMA dan SMK melakukan entri nilai pada Aplikasi Dapodik versi 2017b.
5. Satuan Pendidikan SMA dan SMK dapat melakukan entri nilai pada aplikasi yang terintegrasi dengan Dapodik, yaitu Aplikasi E-Rapor SMA untuk Satuan Pendidikan SMA, dan E-Rapor SMK untuk Satuan Pendidikan SMK.
6. Satuan Pendidikan SD dan SLB melakukan entri nilai pada Aplikasi Dapodik versi terbaru.
7. Teknis entri nilai dapat dilihat di Panduan Aplikasi Dapodik versi 2017b, yang dapat diakses pada laman dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id.
8. Tenggat waktu pengisian nilai hingga tanggal 31 Mei 2017.

Kami sampaikan hingga tanggal 2 Juni 2017 bahwa kemajuan pengisian nilai rapor di Dapodik baru mencapai 46,02 % dari total sekolah. Sehubungan dengan masih rendahnya tingkat pengisian nilai rapor tersebut, bersama ini kami informasikan bahwa tenggat waktu pengisian nilai rapor akan dilanjutkan hingga tanggal 30 Juni 2017, sehingga semua sekolah dapat mengisi rapor.
Demikian informasi yang kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu serta teman-teman operator sekalian, kami ucapkan terima kasih.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Salam Satu Data,
Admin Dapodikdasmen

Link Unduhan: Surat Edaran

Minggu, 11 Juni 2017

Best Practice :Pemanfaatan KKG Sekolah

Best Practice : Asep Supriadi, S.Pd.MM.Pd
Kepala SD Negeri Sukamanah
UPTD Pendidikan Kec. Tanggeung
Tahun 2017  

Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
BAB  I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Penulis diangkat sebagai kepala SD Negeri Sukamanah UPTD Pendidikan Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur sejak tanggal, 1 Oktober 2015.  sebagai Kepala Sekolah baru, yang pertama kali  penulis lakukan adalah melakukan pengamatan dan mendata kondisi SD Negeri Sukamanah. Bayangan awal penulis , sekolah yang akan di kelola adalah sekolah Kecil yang ada di sisi pedesaan, karena  SD Negeri Sukamanah ini terletak kampung Sukamanah Desa Sirnajaya Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur, ternyata kondisi sekolah ini masih sangat jauh dari harapan penulis.
Hasil pengamatan dan penilaian penulis  tentang kondisi SD Sukamanah adalah:

  • Dokumen I kurikulum sekolah belum di susun.
  • Sebagian guru belum mempunyai silabus dan RPP (perangkat pembelajaran
  • Sarana dan prasarana di sekolah masih terbatas bahkan kondisinya sangat memprihatinkan (ditunjukkan pada gambar 1.1)

        Gambar 1.1 Sarana  dan  Prasarana sekolah SD Negeri Sukamanah




  • Pendekatan pembelajaran lebih banyak didominasi oleh peran guru, dan guru satu- satunya sumber belajar, selain buku paket.
  • Pembelajaran yang dikembangkan di kelas-kelas  lebih ditekankan pada  hafalan dan mencari satu jawaban benar terhadap soal-soal yang diberikan.
  • Dalam  kegiatan  pembelajaran guru belum mampu menerapkan model,metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan sehingga kurang mengembangkan daya nalar siswa secara optimal.
  • Dalam proses pembelajaran guru sangat jarang memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, walaupun materi pelajaran ada kaitannya dengan lingkungan sekolah.
  • Jumlah guru tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).
  • Perolehan nilai Ujian Nasional masih dibawah standar nasional
  • Administrasi sekolah maupun kelas nyaris tidak ada.
  • Kegiatan  KKG sekolah belum dimanfaatkan  dan dilaksanakan secara optimal.
  • Hubungan Masyarakat/Komite dengan sekolah kurang terjalin dengan harmonis.
2.  Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan  di SD Negeri Sukamanah adalah  kurangnya keterlibatan guru dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, hal ini dapat dilihat dari prestasi belajar siswa SD Negeri Sukamanah di bawah standar nasional, bahkan  tidak diperhitungkan di tingkat Kabupaten Cianjur

3.  Strategi Pemecahan Masalah


Berdasarkan permasalahan  yang ada di SD Negeri Sukamanah tersebut, maka  penulis mengambil langkah strategi  pemecahan masalah  selain funishment dan reward, juga melibatkan  pemberdayaan KKG (Kelompok Kerja Guru) di sekolah.

KKG yang dilakukan di sekolah diartikan sebagai Team Pengembang Sekolah yang melakukan: 
  • Kegiatan memetakan kondisi sekolah, 
  • Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada,
  • Membuat rencana tindakan penanganan masalah, 
  • Mengevaluasi pelaksanaan tindakan dan 
  • Menindak lanjuti hasil evaluasi.

KKG sekolah dapat berfungsi sesuai harapan penulis  dalam meningkatkan mutu sekolah, langkah-langkah yang penulis  lakukan di KKG sebagai berikut:

3.1  Bagi Guru
  1. Merangkul semua guru di SD Negeri Sukamanah untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah.
  2. Menyadarkan dan membimbing guru memahami pentingnya peningkatan mutu layanan pendidikan bagi siswa.
  3. Membentuk pokja-pokja sesuai 8 standar nasional pendidikan 
  4. Menyarankan kepada pokja-pokja agar memanfaatkan lingkungan dan sarana yang ada di sekolah sebagai modal untuk melangkah memperbaiki kondisi sekolah.
  5. Membuat agenda pertemuan rutin, khusus hari sabtu (sekitar 2 jam) membahas permasalahan yang ada dan mencari solusinya.
  6. Melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
  7. Mengevaluasi kegiatan.
  8. Menindak lanjuti hasil evaluasi.

3.2   Komite / Masyarakat Kampung
  1. Merangkul dan beradaptasi dengan Komite/Aparat Kampung untuk menjalin hubungan harmonis demi memfasilitasi untuk kemajuan memperbaiki sarana prasara di sekolah tersebut.
  2. Mengadakan pertemuan rutin satu bulan sekali mengevaluasi kekurangan dari sarana dan prasarana sekolah.
  3. Komite / Masyarakat ikut andil dalam mengembangkan perbaikan sekolah.






BAB  II
PEMBAHASAN

1.    Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Kelompok Kerja Guru (KKG) sekolah dipilih sebagai salah satu alternative untuk mengatasi masalah. Karena kondisi SD Negeri Sukamanah sebelum penulis menjadi Kepala sekolah hubungan guru satu dengan yang lainnya kurang harmonis. Selain itu program sekolah juga hanya sebatas wacana dan merupakan ide kepala sekolah saja. Sementara pengelolaan sekolah dilakukan oleh kepala sekolah tanpa melibatkan guru-guru yang ada. Selain itu melalui KKG sekolah  guru-guru juga mencari alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi kondisi sekolah. Pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) merupakan pendekatan yang kami gunakan. Dalam pendekatan pembelajaran PAIKEM, guru dapat memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Masyarakat dapat digunakan  sebagai sumber belajar, hal tersebut melalui survei. Survei dilakukan oleh guru untuk menemukan sumber belajar di masyarakat sehingga mampu menumbuhkan motivasi untuk memperkaya nilai-nilai hasil belajar guna dapat meningkatkan pemahaman dan peningkatan materi pelajaran. (Sarman, 2005). 

Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan ini adalah: 
1) Menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak; 
2) Memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning)
3) Memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak; 
4) Kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak; dan 
5) Menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning aktivities). (Badru Zaman, dkk. 2005) 

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama menjadi Kepala SD Negeri Sukamanah, guru-guru di SD Negeri Sukamanah dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar sangat jarang. Guru lebih sering menyajikan pelajaran di dalam kelas walaupun materi yang disajikan berkaitan dengan lingkungan sekolah. Sebagian besar guru mengaku enggan mengajak siswa belajar di  luar kelas, karena alasan susah mengawasi. Selain itu ada guru yang menyampaikan bahwa mereka tidak bisa dan tidak tahu dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Untuk mengatasi hal itu perlu adanya penyadaran dan pemahaman melalui diskusi kelompok diantara para guru  mata pelajaran dan guru kelas dalam bentuk KKG untuk mendiskusikan masalah pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Dalam kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi pengalaman dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk mencapai hasil belajar yang optimal.  Penelitian Nur Mohamad (dalam Ekowati, 2001) menunjukkan diskusi kolompok memiliki dampak yang amat positif bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah maupun yang tingkat pengalamannya tinggi.

Guru yang tingkat pengalamannya tinggi akan menjadi lebih matang dan bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah akan menambah pengetahuan.  Keunggulan diskusi kelompok melalui KKG adalah keterlibatan guru bersifat holistik dan  konprehensif   dalam   semua   kegiatan.  Dari   segi lainnya  guru  dapat  menukar pendapat,   memberi saran, tanggapan dan berbagai reaksi sosial dengan teman seprofesi sebagai peluang bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman.

Diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar yang dilakukan secara bersama-sama. Diskusi kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama-sama. Artinya setiap anggota turut memberikan sumbangan pemikiran dan pendapat dalam memecahkan persoalan tersebut. Diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar untuk memecahkan persoalan secara bersama-sama, sehingga akan memperoleh hasil yang lebih baik.

2.  Hasil atau Dampak Yang Dicapai dari Strategi Yang Dipilih

Berdasarkan pengamatan dan supervisi yang dilakukan penulis, setelah melalui tahapan tindakan dalam upaya memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dalam pembelajaran, membawa hasil/dampak sebagai berikut: 
  • Guru menyadari dan memperoleh banyak manfaat dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar diantaranya: (1) lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari siswa, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh empat dinding kelas dan kebenarannya lebih akurat; (2) proses pembelajaran dimungkinkan akan lebih menarik, tidak membosankan, dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat belajar; (3) belajar akan lebih bermakna (meaningful learning), sebab siswa dihadapkan dengan keadaan yang sebenarnya; (4) aktifitas siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya menggunakan berbagai cara seperti proses mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan sesuatu, menguji fakta, dan sebagainya; (5) dapat dimungkinkan terjadinya pembentukan pribadi para siswa, seperti cinta akan lingkungan (Udin S W dkk, 2005).
  • Dalam memanfaakan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dan keseriusan guru mengajar serta seringnya guru memberikan latihan-latihan ulangan, membimbingan dengan baik murid SD Negeri Sukamanah selama 3 tahun mengalami kemajuan nilai Ujian Nasional (Daftar Nilai UN terlampir).
  • Sebagian besar guru dapat mengoperasionalkan komputer, oleh sebab itu guru dapat membuat analisis melalui komputer atau Laptop. (Foto ICT terlampir)

3. Kendala Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Strategi Yang Dipilih
  • Masih ada beberapa guru dalam berdiskusi belum menampakkan kerjasama, aktivitas dan perhatian yang baik terhadap permasalahan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, sehingga diperlukan  bimbingan yang lebih intensif. 
  • Kemampuan guru dalam menyusun RPP dan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar belum optimal sehingga perlu bimbingan berkelanjutan melalui KKG sekolah.
  • Perlu waktu dalam merubah paradigma beberapa guru terutama guru-guru yang relatif lama mengajar dalam menuju guru yang profesional, mereka memiliki sifat konservatif, artinya merasa senang dengan apa yang sudah rutin dikerjakan (rutinitas), sehingga apabila muncul  sesuatu yang baru yang inovatif, guru tersebut agak sulit menerima apalagi menerapkannya. Sehingga mereka (guru yang relatif lama mengajar), ‘agak sulit’ untuk diajak maju dan berkembang. Guru-guru lama ini biasanya telah mengalami titik jenuh dalam mengajar dan merasa jenjang kenaikan karirnya tidak bisa berkembang atau stagnan (Tirto, A, 2008).

4. Faktor-faktor pendukung
  • Kepala SD Negeri Sukamanah sebagai fasilitator PCT/DCT dan 3 guru pemandu DCT  dalam kegiatan program KKG bermutu.
  • Kebersamaan atau kekompakan guru menjadi modal utama dalam meningkatkan mutu tenaga pendidik di SD INegeri Sukamanah Kabupaten Cianjur.
  • Komite Sekolah dan Masyarakat turut membantu untuk kemajuan Sekolah di bidang sarana prasarana
5. Alternatif Pengembangan

Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam proses pembelajaran baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial perlu adanya pemahaman tentang bagaimana alternatif/kemungkinan cara atau teknik pemanfaatannya. Pada hakekatnya alternative pengembangan yaitu menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkugan sebagai sumber belajar di kelas dilakukan di dalam maupun diluar kelas dengan beberapa cara sebagai berikut:
  1. Karyawisata (Fieldtrip), yaitu mengunjungi lingkungan yang dijadikan objek studi tertentu sebagai bagian integral dari pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan kompetensi dasar.
  2. Melaksanakan Perkemahan (Scholl camping), yaitu bersama siswa mengadakan perkemahan dengan maksud tidak hanya sekedar untuk kegiatan rekreasi saja tetapi untuk memperkenalkan dan mempelajari lingkungan.
  3. Melakukan kegiatan survey, yaitu mengunjungi objek tertentu yang relevan dengan tujuan pembelajaran, misalnya untuk mempelajari kebiasaan dan adat istiadat di suatu daerah.
  4. Melakukan praktek kerja, yaitu para siswa diajak melakukan praktek kerja pada tempat-tempat pekerjaan yang ada di sekitar lingkungan sekolah.
  5. Mengadakan suatu proyek pelayanan kepada masyarakat, misalnya membantu dalam hal kebersihan lingkungan, kerja bakti di Mushola terdekat.
  6. Mengundang dokter Puskesmas untuk berbicara soal kesehatan atau cara-cara pencegahan suatu penyakit kepada para siswa di dalam kelas.
  7. Mengundang bapak polisi, kepala desa/lurah, penyuluh pertanian, ketua koperasi, dan atau tokoh masyarakat lainnya sebagai nara sumber (ressource person) untuk berbicara di depan para siswa kita mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya masing-masing. 
         Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, agar memperoleh hasil belajar yang maksimal, maka perlu persiapan yang matang. Ada 3 langkah yang dapat dilakukan untuk menggunakan lingkungan  sebagai sumber belajar, yaitu:
 (1) langkah perencanaan,
 (2) langkah pelaksanaan, dan 
 (3) langkah tindak lanjut (follow up).


BAB  III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

1. Rumusan Simpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
KKG  sekolah dan komite/masyarakat dapat meningkatkan prestasi belajar  di SD Negeri Sukamanah Kabupaten Cianjur. Peningkatan pemahaman guru terhadap pentingnya pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai salah satu sumber belajar dengan menyadarkan dan membimbing guru memahami pentingnya memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai salah satu sumber belajar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip  bentuk pembelajaran yang berpihak pada pembelajaran melalui, relating, experienting, actuating, contekstual, transferring.
SD Negeri Sukamanah  Kabupaten Cianjur dapat dijadikan sekolah unggul di Cianjur

2. Rekomendasi Operasional
  • Kepada Dinas Pendidikan  atau instansi terkait sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan/keputusan sebagai upaya meningkatkan kompetensi dan  profesionalisme guru termasuk meningkatkan mutu pendidikan.
  • Kepada LPMP yang turut membantu kegiatan program bermutu diupayakan terus dilanjutkan sampai tuntas.
  • Kepada pengawas sekolah, dapat membantu dalam membimbing dan mengawasi guru  dalam pelaksanaan tugasnya sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.
  • Kepada pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan perlu terus melakukan inovasi pengelolaan sekolah dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah.
  • Kepada Komite sekolah dan masyarakat meningkatkan kerjasama dengan pihak sekolah khususnya dalam pembangunan di bidang sarana dan prasarana.
  • Kepada guru-guru khususnya guru di SD Negeri Sukamanah Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur dengan dan kemampuannya untuk berubah perlu terus melakukan inovasi pembelajaran dalam rangka menjadikan pembelajaran yang efektif.



DAFTAR PUSTAKA

Badru Zaman, dkk. 2005. Media dan Sumber Belajar TK. Buku Materi Pokok PGTK 2304. Modul 1-                                          9. Jakarta Universiats Terbuka.
Ekowati, Endang. 2001. Stategi Pembelajaran Kooperatif. Modul Pelatihan Guru Terintegrasi                                                      Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.Tentang Standar Pendidikan Nasional. Himpunan Peraturan Pemerintah RI di Bidang Pendidikan. Jakarta. Binatama Raya.
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Tentang Standar Proses. Himpunan Peraturan Pemerintah RI di                                           Bidang Pendidikan. Jakarta. Binatama Raya.
Rusyan Tabrani. 2001. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Buku Materi Pokok PGSD2201. Modul                                            1-12. Jakarta. Universitas Terbuka.


Semoga Bermanfaat...!!!
Bagi yang membutuhkan filnya silahkan klik DISINI

Sabtu, 10 Juni 2017

DAPODIK _2017_2017 C

SALAM SATU DATA !!!!!!!!!!

LOGIN dapodik Versi 2017_c

Jendela Ketika Mau Registrasi

Beranda Setelah sukses Login


Bagi yang membutuhkan Aplikasi dapodik Patch 2017c  Silahkan Klik di Sini 
dan yang membutuhkan Aplikasi 2017 Silahkan Klik Di sini

Undang-Undang Guru dan Dosen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN 
 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, 
 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

Lengkapnya Silahkan Download di SINI



Pengertian TQM

Pengertian Total Quality Management (TQM)
Oleh Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses Total Quality Management bermula dari pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula.
Konsep Total Quality Management berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan management. Fokus utama dari TQM adalah kualitas/ mutu. Mutu sebagai tercukupinya kebutuhan (conformance to requirement).
Kata selanjutnya adalah total, yang dalam bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total (terpadu) dalam Total Quality Management menegaskan bahwa setiap orang yang berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus menerus.
Unsur ketiga dari Total Quality Management, adalah kata management, yang merupakan konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang telah dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan.
Menurut Tjiptono, Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberi kan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran peiunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu, Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.
Kepustakaan:

Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Siswanto, Pengantar Manajemen. (Jakarta: PT. Bumi Aksara Sallis, 2007). Edward, Total Quality Management in Education. (Jogjakarta: Ircisod, 2011). Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). George Terry, Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005). Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa. (Yogyakarta: Andi. 2000). Vincent Gaspersz, Total Quality Management. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).

PPT KEPEMIMPINAN DAN MUTU MANAJEMEN TERPADU


      PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
Oleh : Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
(Jaya Nagara)
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola (kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu. 
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001), menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad (2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap strategi manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011) menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada pelanggan, (2) fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4) memiliki strategi mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar, (6) mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan rencana mutu, (8) manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu melibatkan setiap orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu, (11) karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas, (14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17) mutu dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam garis strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20) memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
1)   Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2)   Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3)   Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
4)   Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
5)   Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6)   Kepala sekolah yang terampil dan tertib
7)   Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
8)   Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9)   Kepala sekolah yang tulus
10)    Kepala sekolah yang percaya diri
 Sedangkan perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan dalam organisasi.

Dalam mencapai manajemen mutu (TQM), maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner, transformasional, rencana jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.

Bagi yang membutuhkan PPT tentang Kepemimpinan dan TQM silahkan download disini 

Contoh Makalah Best Practice


KOMPETENSI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEPELA SEKOLAH
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dijadikan acuan bagi pengembangan kompetensi kepala sekolah/madrasah. 
Lepas dari permasalahan teknis dan proses terpenuhi tidak terpenuhi para kepala sekolah tetap mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, yang menjadi tugas pokok kepala sekolah meliputi kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien meskipun dalam kondisi serba kurang paham.
Sehingga fakta menunjukkan bahwa masih banyak Kepala Sekolah yang kurang memahami tugas pokok dan fungsinya dalam mengelola kegiatan-kegiatan sekolah terkait implementasi dari 5 standar kompetensi kepala sekolah. Bahkan hanya ada yang bersifat apriori(duga kira), tidak mengetahui sama sekali standar kompetensi kepala sekolah, apa lagi samapai ke indicator setiap kompetensi tersebut, termasuk penulis pun sampai saat ini masihbelum memahami secara utuh. Maka dalam menjalankan tupoksinya para kepala sekolah hanya bersifat tradisional sesuai dengan pengalaman masing-masing, masih sedikit yang mampu mengimplementasikan kompetensinya ke dalam bidang pekerjaan sebagai guru yang mendapat tugas tambahan. Sehingga masalah ini merupakan salah satu unsur penyebab rendahnya mutu pendidikan dan keraguan dari pemangku kebijakan terhadap eksistensi kepala sekolah pada saat ini.
Solusinya adalah Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha memahami kompetensi itu sendiri dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya guna mewujudkan sekolah yang efektif , efisien sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai tuntutan yang diharapkan oleh berbagai pihak. Bahakan ada yang berpikir seperti ini “Manakala hak dan kewajiban para kepala sekolah terpenuhi dengan nyata maka pelaksanaan tupoksinya di sekolah akan lebih nyata dan terikat dengan sumpah jabatannya. Jika sebaliknya maka akan terjadi penumpukan masalah terkait kompetensi kepala sekolah yang menjadi syarat utama dalam pelaksanaan tugas sebagai kepala sekolah.
Berdasarkan latar belakang pemikiran-pemikiran  di atas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas mengenai  hal-hal yang berkenaan dengan ari kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah, standar kompetensi serta Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Sekolah.
1.2.  Identifikasi Masalah
Berdasaarkan uaraian latar belakang masalah di atas maka penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi di lapangan adalah sebagai berikut:
1)      Kurang memahami arti dan penjabaran dari istilah kompetensi
2)      Masih banyak yang belum mengetahui standar kompetensi kepala sekolah beserta indikator pelaksanaannya
3)      Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah masih berdasarkan pengalaman masing-masing belum dibarengi dengan tuntutan standar kompetensi kepala sekolah
1.3.  Rumusan Masalah.
Rumusan masalah yang dapat dirumuskan pada makalah ini adalah sebagai berikut;
1)      Apakah pengertian kompetensi ?
2)      Apakah kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah ?
3)      Apakah Tugas Pokok, Peran dan Fungsi Kepala Sekolah?
1.4.  Tujuan Penulisan
1)      Untuk mengetahui gambaran tentang pengertian kompetensi dan penjabarannya;
2)      Untuk mengetahui gambaran tentang kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah;
3)      Untuk mengetahui gambaran tentang Tugas Pokok, Peran dan Fungsi Kepala Sekolah;
1.5.  Manfaat Penulisan
1)   Kepala Sekolah
Agar para kepala sekolah dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru yang diberi tugas tambahan sesuai dengan standar kepala kompetensi kepala sekolah
2)   Pendidik dan Tenaga kependidikan
Agar para pendidik dapat menegtahui yang sebenarnya bahwa  kepala sekolah merupaka tugas tambahan dari tugas pokok sebagai guru, sehingga para guru dapat mempersiapkan diri untuk menjadi kepal sekolah pada pengembangan kariernya
3)   Satuan Pendidikan

Agar sekolah dapat berjalan dengan lancar dan dapat memenuhi tuntutan 8 standar pendidikan nasional ketika dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki kompetensi dan mampu mengimplementasikannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah.


Untuk Lengkapnya Silahkan Download di sini

Makalah Best Practice (PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MELALUI MUTU MANAJEMEN TERPADU DI SD NEGERI SUKAMANAH)

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH MELALUI MUTU MANAJEMEN TERPADU DI SD NEGERI SUKAMANAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai pemimpin di sekolah tertentu dengan memiliki atau harus menguasai standar kompetensi kepala sekolah meliputi : 1) Kompetensi Kepribadian, 2) Kompetensi Manajerial, 3) Kompetensi  Kewirausahaan, 4) Kompetensi Supervisi, 5) Kompetensi Sosial. Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang sangat cepat di era globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing dalam pemenuhan kebutuhan kerja, dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan adalah penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Suatu pendekatan yang di adopsi dari dunia industri. Dimana layanan terhadap kepuasan pelanggan menjadi fokus utama dari pengelolaan perusahaan. Dalam konteks pendidikan, sekolah dipandang sebagai organisasi yang memberikan layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan siswa dan masyarakat.
Banyak faktor yang mendukung terhadap keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu. Salah satu faktor adalah perilaku kepemimpinan. Dalam sebuah organisasi, perilaku kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan spesifik seorang dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok  (Mulyadi, 2010: 47).  Misal seorang pemimpin organisasi yang selalu memberi motivasi pada anggotanya akan membuat para anggotanya percaya diri dan berusaha maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.
Pada sistem organisasi sekolah, kepala sekolah merupakan pemimpin bagi masyarakat sekolah lainnya. Guru, karyawan, dan siswa. Sebagai pemimpin, maka perilaku kepala sekolah akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat sekolah lainnya. Perilaku positif dari kepala sekolah akan memacu guru dan karyawan memberikan perilaku yang positif dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebaliknya, perilaku kepala sekolah yang negatif merupakan awal dari gagalnya penyelenggaran pendidikan di sekolah tersebut.
Keberhasilan penerapan menajemen mutu terpadu di sekolah juga tak lepas dari peran serta kepala sekolah sebagai pemimpin. Dalam makalah ini akan dipaparkan, bagaimana perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam menerapkan manajemen mutu terpadu.
B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana konsep dasar kepemimpinan?
2.        Bagaimana perilaku kepemimpinan?
3.        Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
4.        Bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu terpadu?

C.    Tujuan
1.        Untuk membahas konsep dasar kepemimpinan.
2.        Untuk membahas perilaku kepemimpinan
3.        Untuk membahas konsep manajemen mutu terpadu.
4.        Untuk memaparkan perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan manajemen mutu terpadu.

  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
      Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu topik penting dalam mempelajari dan mempraktikkan manajemen. Kepemimpinan berasal dari kata "pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko, mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain.
Kepemimpinan dapat pula didefinisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kohormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama (Rivai, 2003: 3).
Sebagian besar definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi (Usman, 2011: 280).
2.      Komponen Kepemimpinan
Budianto (2011) mengidentifikasi komponen dalam kepemimpinan, yaitu: (1) Adanya pemimpin dan orang lain yang di pimpin, (2) Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan, (3) Adanya tujuan akhir yang ingin di capai bersama dengan adanya kepemimpinan itu, (4) Kepemimpinan bisa timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu, (5) Pemimpin dapat di angkat secara formal atau di pilih oleh pengikutnya, (6) Kepemimpinan berada dalam situasi tertentu baik situasi pengikut maupun lingkungan eksternal.
Sedangkan Hoy dan Miskel memberi batasan empat komponen kepemimpinan, yaitu melibatkan orang lain, mendistribusikan kekuasaan, kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi organisasi lain atau pengikut, dan nilai yaitu menyakup semua sistem yang dapat menciptakan prilaku yang dipimpin (Mulyadi, 2010: 9).
3.      Tipe-tipe Kepemimpinan
G. R. Terry menjelaskan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut.
1)   Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership)
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2)   Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership)
Segala sesuatu kebijaksanaan dilaksanaan melalui bawahan-bawahan atau non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3)   Tipe kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership)
Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksi harus ditaati.
4)   Tipe kepemimpinan demokratis (democratic leadership)
Kepemimpinan demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab atas terlaksananya tujuan bersama.
5)   Tipe kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership)
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapa-bapaan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya untuk melindungi dan memberikan arah seperti halnya bapak kepada anaknya.
6)   Tipe kepemimpinan menurut bakat (indigenous leadership)
Kepemimpinan tipe ini timbul dari kelompok orang-orang informal, dimana mereka berlatih dengan adanya sitem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan.
4.      Kepemimpinan Efektif
Penelitian tentang kepemimpinan efektif dan tidak efektif mengemukakan bahwa pemimpin yang efektif tidak berdasarkan pada sifat manusia tertentu, tetapi pada seberapa jauh sifat seorang pemimpin dapat mengatasi keadaan yang dihadapinya. Sifat-sifat yang dimiliki pemimpin efektif antara lain, ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keterbukaan, keluasan hubungan sosial, kedewasaan, dan keadilan (Usman, 2011: 289).
Munning & Curtis dalam Usman (2011: 290) mengukur kepemimpinan efektif dengan indikator:
1)      Berdasarkan fakta
2)      Menciptakan visi
3)      Memotivasi
4)      Memberdayakan staf
B.  PERILAKU KEPEMIMPINAN
1.         Pengertian Perilaku
Notoatmodjo (2003) mendefinisikan perilaku sebagai tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Pendapat Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dapat dikatakan selanjutnya bahwa perilaku adalah keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
2.          Perilaku Kepemimpinan
Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pendapat Hasibuan Malayu (dalam Mulyadi, 2010: 47) tentang perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan meliputi aktivitas sebagai berikut.
1)   Mengambil keputusan
2)   Mengembangkan imajinasi
3)   Mengembangkan kesetiaan pengikutnya
4)   Pemrakarsa, penggiatan, dan pengendaian rencana
5)   Memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
6)   Melaksanakan kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan
7)   Memberikan tanda penghargaan
8)   Mendelegasikan wewenang kepada bawahannya
9)   Pelaksanaan keputusan dengan memberikan dorongan.
Sementara Gary Yulk mengidentifikasi empat belas perilaku kepemimpinan yang dikenal dengan taksonomi manajerial sebagai berikut :
1)      Merencanakan dan mengorganisasi (planning and organizing)
2)      Pemecahan masalah (problem solving)
3)      Menjelaskan peran dan sasaran (clarifying roles and objectifies)
4)      Memberi informasi (informing)
5)      Memantau (monitoring)
6)      Memotivasi dan memberi inpirasi (motivating and inspiring)
7)      Berkonsultasi (consulting)
8)      Mendelegasikan (delegating)
9)      Memberikan dukungan (supporting)
10)  Mengembangkan dan membimbing (developing and mentoring)
11)  Mengelola konflik dan tim (managing and team building)
12)  Membangun jaringan kerja (networking)
13)  Pengakuan (recognizing)
14)  Memberi imbalan (rewarding) (Mulyadi, 2010: 49-50).
Perilaku kepemimpinan yang dijabarkan penting dalam pelaksanaan manajemen organisasi untuk mengarahkan anggotanya dalam mencapai tujuan dan mutu organisasi.
C.  KONSEP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
1.        Pengertian
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi yang terdiri dari komponen kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, kurikulum, sarana pra sarana, dan lingkungan. Sebagai suatu organisasi, maka sekolah memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan melibatkan segala sumber daya, serta berbagai aktivitas yang dikoordinir oleh kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk menggerakkan semua komponen secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut sebagai manajemen.
Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya sekelompok orang yang bertugas mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks sekolah, manajemen adalah upaya yang dilakukan pimpinan sekolah untuk mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) dipopulerkan oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman, 2011: 567). Peter dan Waterman menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai budaya organisasi yang ditentukan dan didukung oleh pencapaian kepuasan pelanggan secara terus menerus melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari bermacam alat, teknik, dan pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus menerus dalam proses organisasi diharapkan akan menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994, dalam Yunus, 2003) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006) menyatakan manajemen mutu terpadu sebagai sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas berbeda tetapi memiliki satu kesamaan, yang bermuara pada satu definisi kesimpulan. Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
2.        Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu
Goetsch dan Davis (1994, dalam Fariadi, 2010) mengungkapkan sepuluh karakteristik Manajemen Mutu Terpadu atau TQM sebagai berikut.
1)      Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2)      Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3)      Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4)      Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5)      Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6)      Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7)      Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
8)      Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9)      Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10)  Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
11)  Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti
3.        Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
Hensler dan Brunell (dalam Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam manajemen mutu terpadu, antara lain:
1)      Kepuasan pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu, melainkan mutu ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka pelanggan sekolah adalah: (1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, (2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
2)      Respek terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki potensi dan merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3)      Manajemen berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan pada perasaan atau ingatan semata.
4)      Perbaikan terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku adalah PDCA, yaitu perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan rencana, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
4.        Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Komponen manajemen terpadu dijelaskan oleh West-Burnham (1997, dalam Usman, 2011: 576) terdiri dari empat komponen yaitu:
1)      Prinsip-prinsip. Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran dan policy sekolah. Peranan kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan.
2)      Proses. Upaya yang dilakukan warga sekolah untuk memuaskan pelanggannya.
3)      Pencegahan. Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik dilakukan perbaikan.
4)      Manusia. Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta lebih menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan Sallis (2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan komponen mutu terdiri dari:
1)      Kepemimpinan dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan rencana strategis, serta kepemimpinan.
2)      Sistem dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan biaya mutu.
3)      Kerja tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang digunakan.
4)      Asesmen diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei kebutuhan pelanggan, dan pengujian standar.
Keempat komponen tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan, 2) pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli dan pelanggan.
5.        Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengubah cara-cara tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu tinggi, integritas tinggi terhadap aturan, dan komitmen dari semua level (bawah, tengah, atas). Sebab cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam pengembangan dan perubahan akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta kesulitan dalam mengatasi rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki rancangan masa depan, melakukan inovasi dan mau melangkah maju mencapai visi dan misi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah selaku pimpinan merupakan kunci yang menjadi motor penggerak dalam memelihara serta memperkuat proses peningkatan mutu secara terus menerus.n mengetahui elemen mutu diharapkan penerapan dapat berjalan lancar.
Dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, terlebih dahulu harus diperhatikan delapan elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993, Usman 2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, antara lain: 1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas harus seimbang dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4) kerja sama menjadi basis bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam bekerja, 6) harus tersedia iklim keterbukaan, 7) gaji/upah harus adil, dan 8) warga sekolah harus merasa memiliki.
D.  PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola (kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu. 
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001), menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad (2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap strategi manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011) menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada pelanggan, (2) fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4) memiliki strategi mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar, (6) mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan rencana mutu, (8) manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu melibatkan setiap orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu, (11) karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas, (14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17) mutu dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam garis strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20) memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
1)   Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2)   Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3)   Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
4)   Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
5)   Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6)   Kepala sekolah yang terampil dan tertib
7)   Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
8)   Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9)   Kepala sekolah yang tulus
10)    Kepala sekolah yang percaya diri
 Sedangkan perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan dalam organisasi.
Dalam mencapai manajemen mutu (TQM), maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner, transformasional, rencana jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.

  
BAB III
PENUTUP


A.  Simpulan
Konsep dasar kepemimpinan adalah menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Keberhasilan pelaksananaan manajemen mutu terpadu, salah satunya adalah faktor perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan memiliki korelasi yang signifikan terhadap perilaku anggotanya dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu. Dalam bidang pendidikan, maka perilaku kepala sekolah berpengaruh kepada guru dan staf dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam mendukung keberhasilan penerapan manajemen terpadu di sekolah adalah perilaku yang berdasar pada prinsip utama manajemen mutu terpadu, yaitu kepuasan pelanggan, respek terhadap semua orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan terus menerus.
B.  Saran
Penerapan manajemen terpadu di sekolah sebelumnya harus meminta komitmen dari kepala sekolah sebab komitmen kepala sekolah akan menentukan perilaku dan tindakan kepala sekolah dalam pelaksanaan manajemen terpadu di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Swidi, A.K. 2011. Enhancing a Bank‟s competitive advantage through integration of TQM practices, Entrepreneurial orientation and organizational culture, European Journal of Social Sciences, 20(2),
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Managemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Profesional Panduan Quality Kontrol Bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta : Diva Pres.
Budianto, Nanang. 2011. Kepemimpinan Pendidikan dalam Total Quality Management, Jurnal Falasifa. Vol. 2 No. 1
Douglas T.J & Judge W.Q. 2001. Total Quality Management Implementation and Competitive Advantage: The Role of Structural Control and Exploration. Academy of Management Journal, 44(1), 158-169
Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. (online, http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses tanggal 04 Januari 2012).
Mulyadi. 2010.  Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budya Mutu. Malang : UIN Maliki Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rad, A.M.M. 2005. A survey of total quality management in Iran Barriers to successful implementation in health care organizations. Leadership in Health Services, 18(3), 12-35
Rivai,Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sommer, S.M. & Merritt, D.E. 1994. The Impact of a TQM Intervention on Workplace Attitudes in a Health-care Organization, Journal of Organizational Change Management,7(2), 53 – 62
Tjiptono, F & Diana, A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Yunus, Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. (online, http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html, diakses tanggal 04 Januari 2012).


Kumpulan Soal PTS Semester Genap K. Merdeka dan K.13

Asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan t...