Minggu, 02 Juli 2017

Teori Belajar

Oleh:  Asep Supriadi, S.Pd., MM.Pd

Untuk menguasai kompetensi pedagogik, seorang guru diantaranya harus dapat menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif. Menurut Hudoyo (1988) belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif lama dan tetap. Kegiatan yang dimaksud itu dapat diamati dengan adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Di sekolah, perubahan tingkah laku itu ditandai oleh kemampuan siswa mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilannya.
Adapun teori merupakan prinsip umum yang didukung oleh data dengan maksud untuk menjelaskan sekumpulan fenomena. Dengan demikian berdasarkan pengertian belajar dan teori tersebut, secara ringkas dapat dikatakan teori belajar merupakan hukum-hukum/prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar. Teori belajar dapat merupakan sumber hipotesis, kunci dan konsep-konsep sehingga pengajar dapat lebih efektif dalam melaksanakan pembelajaran.
Teori belajar akan sangat membantu pengajar dalam membelajarkan siswa. Dengan memahami teori belajar, pengajar akan memahami proses terjadinya belajar pada manusia. Pengajar akan mengetahui apa yang harus dilakukan sehingga siswa dapat belajar dengan optimal. Tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas semua seluk beluk belajar manusia. Oleh sebab itu, dalam mengaplikasikan teori belajar, hendaknya tidak terpaku pada satu atau dua teori belajar tertentu saja, melainkan disesuaikan dengan kondisi faktual, keberagaman, tingkat perkembangan dan sasaran serta tujuan belajar. Untuk lebih mengoptimalkan hasil pembelajaran, guru perlu memadukan beberapa teori belajar. Namun harus diperhatikan bahwa tidak semua teori belajar dapat dipadukan, karena berangkat dari asumsi-asumsi yang berbeda dalam penyusunan teori belajar tersebut.
1. Teori Belajar dalam Aliran Behaviorisme
Paham behaviorisme berkonsentrasi pada studi tentang tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Teori belajar behaviorisme menjelaskan bahwa pikiran merupakan kotak hitam yang tidak dapat diamati. Oleh karenanya, teori ini mengabaikan proses berpikir yang terjadi dalam pikiran.
a. Teori Pengkondisian Oleh Pavlov
Ivan Pavlov terkenal dengan teori Classical Conditioning atau pengkondisian klasik. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Pavlov menjelaskan teori pengkondisian klasik menjadi 4 proses yaitu: 1) fase akuisisi, 2) fase eliminasi, 3) fase generalisasi, dan 4) fase deskriminasi.
Pelaksananaan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dari Pavlov, misalnya agar siswa menguasai materi tertentu, siswa diberikan stimulus tertentu yang dikondisikan. Misalnya, belajar tentang mengidentifikasikan ciri-ciri dan kebutuhan makhluk hidup pada mata pelajaran IPA. Guru memberikan soal kepada siswa, bila siswa dapat menjawab dengan benar, diberi hadiah berupa tambahan nilai. Diharapkan dengan hadiah tersebut anak akan semakin semangat belajar, sehingga belajar dapat menjadi kebiasaan. Jika telah menjadi kebiasaan, walaupun pada akhirnya tidak diberikan hadiah lagi, siswa tetap semangat untuk belajar.
b. Teori Koneksionisme Oleh Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Dalam pembelajaran di sekolah, guru mengajukan pertanyaan (S), siswa menjawab pertanyaan guru (R). Guru memberikan Pekerjaan Rumah (S) dan siswa mengerjakannya (R). Hal tersebut berarti belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya, sehingga paham ini disebut paham koneksionisme.
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut : 1) Hukum Kesiapan (law of readiness), 2) Hukum Latihan (law of exercise), 3) Hukum Akibat (law of effect). Pada pelaksananaan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dari Thorndike adalah agar siswa menguasai materi tertentu, maka diawali dengan kesiapan siswa untuk belajar, baik secara fisik maupun mental, misalnya dengan berdoa terlebih dahulu kemudian disampaikan manfaat mempelajari materi tersebut. Selanjutnya guru mulai menyampaikan materi pelajaran.
Agar pemahaman siswa menjadi lebih baik, perlu diberikan latihan-latihan soal. Misalnya jika guru mengajarkan bagaimana menjumlahkan dua pecahan, guru harus memberikan latihan berulang-ulang dengan soal latihan penjumlahan dua pecahan. Agar siswa semangat untuk berlatih, untuk setiap jawaban yang benar guru memberikan reward (hadiah), baik berupa ungkapan verbal ataupun yang berbentuk simbol, misalnya nilai.
Begitu pula ketika guru memberikan pelajaran tentang lingkungan alam dan buatan di sekitar, guru perlu menayangkan gambar atau video, sehingga siswa tertarik pada pelajaran tersebut. Ini berarti sesuai dengan hukum kesiapan, bahwa semakin siswa tertarik terhadap materi pelajaran maka siswa tersebut semakin siap dalam mengikuti pelajaran. Kemudian agar materi tersebut mudah diterima oleh siswa, guru memberikan soal-soal yang yang harus dikerjakan oleh siswa. Selain dengan cara tertulis, soal-soal tersebut disampaikan lagi dengan cara lisan. Dengan cara tersebut, lama-kelamaan siswa akan menguasai materi tersebut.
c. Teori Pengkondisian Operan oleh Skinner
Burrus Frederick Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses Operant Conditioning. Manajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan, maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah atau penghargaan. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang. Konsekuensi yang menyenangkan menguatkan perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan melemahkan perilaku itu. Konsekuensi yang menyenangkan dinamakan penguatan (reinforcement), sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan dinamakan hukuman (punishment).
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dari Skinner dapat dicontohkan agar siswa menguasai materi tertentu, guru dapat memberikan tugas pada siswa, baik tugas yang dikerjakan di kelas maupun tugas yang dikerjakan di rumah (PR). Agar siswa mau dan bersemangat dalam mengerjakan tugas, guru harus memberikan penguatan dengan segera dari penyelesaian tugas-tugas tersebut.
d. Teori Pembiasaan Asosiasi Dekat oleh Gutrie
Edwin R Gutrie adalah penemu teori pembiasaan asosiasi dekat (contigous conditioning theory). Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah kedekatan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut Guthrie, peningkatan hasil belajar secara berangsur-angsur dapat dicapai oleh siswa karena kedekatan asosiasi antara stimulus dan respon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai peristiwa belajar dengan contiguous conditioning, misalnya mengasosiasikan Ibu Kota Negara RI dengan Jakarta, 17 Agustus dengan hari ulang tahun Negara Indonesia, 2 × 3 dengan bilangan 6. Untuk dapat belajar dengan kontiguitas sederhana tersebut dapat diakukan dengan memberikan pertanyaan, misalnya
Ibu Kota Negara RI adalah ....
Tanggal 17 Agustus adalah ....
Hasil dari 2 × 3 adalah .....
Diantara teori-teori belajar yang beraliran behavioristik, teori kontigous dikenal teori yang sangat sederhana dan efisien, karena hanya berprinsip pada kedekatan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu teori ini tidak dapat diterima begitu saja karena sifatnya yang mekanistik dan cenderung otomatis. Padahal dalam proses belajar yang dialami oleh manusia, peran pemahaman, pengelolaan informasi, dan tahapan pengelolaan informasi juga menjadi bagian dari proses belajar tersebut. Karena hal inilah yang membuat teori ini kurang dapat berkembang, apalagi setelah berkembangnya psikologi kognitif.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dari Gutrie, misalnya agar siswa menguasai materi tertentu, guru harus mencari kedekatan materi tersebut dengan sesuatu yang akan menjadi stimulus. Misalnya guru dalam mengajarkan pecahan harus mengkaitkan dengan penulisan dalam bentuk 𝑎/𝑏 atau dalam bentuk pecahan desimal. Selanjutnya siswa dalam memahami konsep pecahan dibiasakan dengan simbol-simbol tersebut. Agar siswa mampu mengenali konsep pecahan dengan baik maka harus dilakukan pengulangan-pengulangan. Begitu pula agar siswa memahami ciri-ciri warga negara demokratis sebagai materi pembelajaran pada mata pelajaran PKn, maka siswa dibiasakan dengan sifat-sifat demokratis. Pembiasaan ini dapat dilakukan dengan kegiatan pembelajaran yang banyak menggunakan model belajar kelompok atau diskusi kelompok.
e. Teori Kognitif Sosial oleh Bandura
Salah satu tantangan besar terhadap behaviorisme berasal dari studi observasional oleh Albert Bandura dan rekan-rekannya. Temuan paling penting dari penelitian ini adalah bahwa orang dapat mempelajari tindakan-tindakan baru hanya dengan mengamati bagaimana orang lain melakukannya. Pengamat tidak harus melakukan tindakan-tindakan tersebut pada saat ia mempelajarinya.
Teori yang dikemukakan oleh Bandura dikenal dengan teori Kognitif Sosial. Teori ini menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar manusia, belajar dalam sebuah lingkungan sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-strategi, keyakinan, dan sikap. Individu melihat model atau contoh untuk mempelajari perilaku-perilaku yang dimodelkan, kemudian ia bertindak dengan apa yang menjadi model dan contoh yang diamatinya.
Belajar terjadi melalui praktek dan pengamatan. Bandura menyatakan perilaku manusia terjadi dalam kerangka timbal balik tiga sisi, yaitu timbal balik antara perilaku, variabel lingkungan dan faktor personal seperti kognisi. Bandura merasa bahwa seseorang belajar karena mempelajari langsung dari model. Sebagai contoh siswa dapat mengerjakan soal matematika, karena melihat gurunya mengerjakan soal matematika. Bandura mengemukakan bahwa belajar dengan mengamati baik langsung maupun tidak langsung melalui empat fase, yaitu: (1)menaruh perhatian, (2) mengingat perilaku model, (3) memproduksi perilaku dan (4) termotivasi untuk mengulangi perilaku tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dari Bandura adalah sebagai contoh agar siswa dapat menyelesaikan soal, guru harus memberikan contoh bagaimana menyelesaikan soal serupa. Guru tersebut harus memberikan contoh berkali-kali agar tumbuh perhatian anak pada cara yang dilakukan guru. Kemudian siswa akan mengingat tentang cara yang digunakan guru untuk menyelesaikan soal. Selanjutnya siswa akan meniru cara guru untuk menyelesaikan soal serupa. Guru juga harus memberi motivasi agar siswa menjadi bersemangat menyelesaikan soal yang diberikan guru. 
f. Prinsip-prinsip Pembelajaran Behavioral
Cruickshank ,Jenkins & Metcalf (2012) (dalam Suranto, 2015), merangkum prinsip- prinsip pembelajaran menurut teori belajar behavioral, sebagai berikut:
  1. Buatlah kelas dapat dinikmati secara intelektual, sosial, dan fisik, sehingga para siswa merasa aman dan nyaman.
  2. Jadilah terbuka dan spesifik mengenai materi yang perlu dipelajari. Gunakan tujuan perilaku spesifik ketika menulis perencanaan pelajaran dan berbagi pendapat dengan tujuan tersebut kepada para siswa.
  3. Yakinkan bahwa siswa memiliki pengetahuan dan keahlian dasar yang memampukan mereka untuk mempelajari materi baru.
  4. Perlihatkan koneksi antar materi baru dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.
  5. Ketika materi baru bersifat kompleks, perkenalkan secara perlahan, aturlah materi baru ke dalam beberapa bagian yang berurutan, pendek, dan mudah dipelajari.
  6. Asosiasikan materi yang akan dipelajari dengan hal-hal yang disukai siswa. Contohnya, asosiasikan puisi dengan musik rap. Sebaliknya, jangan mengasosiasikan materi yang dipelajari dengan hal yang tidak disukai siswa. Misalnya, jangan menggunakan tugas sekolah sebagai hukuman.
  7. Katakan kepada siswa, hal-hal apa yang paling penting. Berikan pertandanya kepada mereka.
  8. Kenali dan pujilah kemajuan. Jangan berharap siswa belajar dengan kecepatan dan jumlah yang sama.
  9. Cari tahu hal-hal apa yang menimbulkan perasaan dihargai untuk masing-masing siswa dan gunakan hai itu untuk menguatkan perilaku belajar siswa. Beberapa siswa mungkin merasa dihargai dengan menerima pujian verbal secara publik, sementara siswa lainnya menganggap puiian semacam itu memalukan.
  10. Untuk sebuah tugas baru atau sulit, perlu disediakan penguatan yang lebih sering. Bila siswa telah menguasai tugas baru, diberikan penguatan namun intensitasnya dikurangi dari sebelumnya.
  11. Berikan penguatan akan perilaku belajar yang Anda harapkan dari siswa. Contohnya, memperhatikan, keterlibatan, mencoba, merespons, meningkatkan, dan menyelesaikan.
  12. Ciptakan situasi yang memungkinkan setiap siswa memiliki kesempatan untuk sukses.
  13. Contohkanlah perilaku Anda agar siswa meniru. Contohnya, tunjukan antusiasme dalam belajar.
  14. Bahan ajar yang akan dipelajari harus disajikan dalam bagian-perbagian dan dalam langkah-langkah yang berurutan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme dalam kegiatan pembelajarannya akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa dapat disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik yang dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga ketelitian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa. Misalnya guru sebagai pusat pembelajaran, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
2. Teori Belajar dalam Aliran Kognitivisme
Kognitivisme didasarkan pada proses berpikir dibalik tingkah laku yang terjadi. Perubahan tingkah laku diobservasi dan digunakan sebagai indikator untuk mengetahui apa yang terjadi dibalik pikiran siswa. Menurut pandangan kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Jean Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak yang berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu (Hudoyo, 1988). Periode yang dikemukakan Piaget adalah 1). Periode sensori motor (0 -2 tahun), 2) Periode pra operasional (2 -7 tahun ), 3) Periode operasional konkrit (7 – 11/12 tahun), dan 4) Periode operasi formal (11/12 tahun ke atas).
Siswa SD berada pada periode operasional konkrit (7 – 11/12 tahun). Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan operasional. Periode ini disebut operasional konkrit sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi konkrit hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik – konkrit yang lampau dan mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logik dari pengalaman-pengalaman yang khusus.
Pada pelaksananaan pembelajaran dengan menggunakan teori perkembangan intelektual menurut Piaget, guru harus menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Pembelajaran dari suatu materi ajar harus dimulai dengan banyak menggunakan atau memanipulasi benda konkrit. Contohnya membelajarkan bilangan di kelas 1 SD harus dimulai dengan peragaan benda-benda konkrit, misalnya kelereng, lidi atau benda konkrit yang lain, sehingga terbentuk konsep bilangan. Begitu juga untuk mengajarkan bangun-bangun geometri juga harus dimulai dengan menggunakan model bangun-bangun geometri.
b. Teori Pemrosesan Informasi
Gagne mengemukakan teori belajar yang dikenal dengan teori pemrosesan informasi. Teori ini pada dasarnya untuk menjelaskan fenomena belajar. Proses yang terjadi seperti cara kerja komputer, yang dimulai dari masukan (input) kemudian proses (procces) dan keluaran (output).
Stimulus tidak sampai kepada ingatan jangka pendek karena stimulus tersebut tidak dapat menjadi perhatian. Mengingat kembali atau memanggil kembali informasi dalam ingatan jangka panjang akan meningkat jika kita menghubungkan informasi kepada hal-hal yang sudah kita ketahui pada saat kita menerima informasi baru.
Pelaksananaan pembelajaran dengan menggunakan teori pemrosesan informasi yaitu guru harus berusaha agar bahan pelajaran yang ditangkap siswa pada saat pembelajaran dapat maksimal. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan perhatian siswa terhadap bahan pelajaran tersebut, misalnya dengan menjelaskan manfaatnya, menyajikannya dengan cara yang menarik. Selanjutnya bahan pelajaran yang sudah menjadi perhatian siswa tersebut harus diupayakan dapat disimpan dalam pikiran siswa dengan baik dan juga dapat diingat dengan mudah. Untuk itu guru perlu menyusun bahan pelajaran tersebut agar mudah diingat, misalnya menyusun berdasarkan kekompleksitasnya atau dengan jembatan keledai. Selain itu juga dilakukan pengulangan-pengulangan agar bahan pelajaran tersebut dapat diingat dengan kuat oleh siswa. 
c. Teori Bruner
Jerome Bruner berpendapat bahwa belajar ialah memahami konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Seperti halnya dengan Piaget, Bruner menggambarkan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental yang tidak dikaitkan dengan usia siswa, yaitu:
1. Enactive. Dalam tahap ini anak-anak di dalam belajarnya menggunakan/memanipulasi objek-obek secara langsung.
2. Ikonic. Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, anak tidak memanipulasi langsung objek-objek seperti dalam enactive, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek.
3. Symbolic. Tahap terakhir ini, menurut Bruner merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
Misalnya guru SD kelas I akan mengajarkan operasi penjumlahan pada bilangan asli dengan Teori Bruner. Langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Enaktif : siswa memanipulasi obyek secara langsung. Guru membawa benda konkrit berupa 3 buah jeruk kemudian guru menunjukkan lagi 2 buah jeruk. Siswa dan guru bersama-sama menghitung buah jeruk, sehingga ada 5 buah jeruk.
Ikonik : Guru menyajikan gambar jeruk dipapan tulis, agar siswa memiliki gambaran dari objek


Untuk lebih lengkapnya tentang Teori Belajar silahkan Unduh Modul KK-B di Sini

Perkembangan Peserta Didik

Oleh : Asep Supriadi, S.Pd., MM.Pd
Penulis sengaja dalam kesempatan ini mempersembahaknan inti materi tentang Perkembangan Peserta Didik yang berkaitan dengan Kegiatan Guru Pembelajar di KKG melalui Sim PKB

Tugas utama guru dalam pembelajaran adalah mengantarkan peserta didik pada prestasi terbaiknya sesuai dengan potensinya. Jadi hal pertama yang perlu dipahami adalah bagaimana karakteristik peserta didik asuhannya dan cara mengembangkan potensinya. Informasi mengenai karakteristik peserta didik dalam berbagai aspek menjadi satu acuan dalam menentukan kedalaman dan keluasan materi sehingga sesuai dengan perkembangan peserta didik. Berdasarkan pemahaman tersebut guru perlu bekerja keras dan kreatif untuk mengeksplorasi berbagai upaya baik dalam bentuk media, bahan ajar, dan metode pembelajaran untuk memfasilitasi peserta didik secara tepat dan kreatif sehingga sesuai dengan perkembangan mereka termasuk gaya belajarnya.
A. Tujuan
Setelah melaksanakan pembelajaran, peserta diklat diharapkan dapat memahami konsep perkembangan perilaku dan pribadi peserta didik, tahapan, prinsip-prinsipnya, identifikasi, dan pengembangan peserta didik melalui pembelajaran.
B. Indikator Pencapaian kompetensi
  1.  Menjelaskan tahapan perkembangan perilaku dan pribadi peserta didik
  2. Menjelaskan implikasi prinsip-prinsip perkembangan perilaku dan pribadi peserta didik terhadap pendidikan
  3. Menjelaskan berbagai aspek perkembangan peserta didik
  4. Menentukan kegiatan untuk memfasilitasi variasi perkembangan peserta didik.

C. Uraian Materi
Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, dan berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi pendidikan berfungsi untuk mengembangkan seluruh potensi kecakapan dan karakteristik peserta didik diantaranya yaitu karakteristik fisik-motorik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan spiritual.
Interaksi antara pendidik dan peserta didik merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Agar para pendidik dapat berinteraksi dengan baik dengan peserta didik, maka pendidik perlu memiliki pemahaman siapa yang menjadi peserta didiknya. Pemahaman yang memadai terhadap potensi, kecakapan dan karakteristik peserta didik akan berkontribusi dalam bentuk perlakuan, tindakan-tindakan yang bijaksana, tepat sesuai kondisi dan situasi. Pendidik akan menyiapkan dan menyampaikan pelajaran, memberikan tugas, latihan dan bimbingan disesuaikan dengan kemampuan dan tahap perkembangan peserta didik.
1. Pengertian Individu
Dalam konteks pendidikan peserta didik harus dipandang sebagai pribadi yang utuh, yaitu sebagai satu kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai satu kesatuan jasmani dan rohani, serta sebagai mahluk Tuhan. Dengan melihat sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut pada hakekatnya setiap manusia adalah pribadi atau individu yag utuh, tidak dapat dibagi, tidak dapat dipisahkan dan bersifat unik. Artinya manusia tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan raganya, rohaniah dan jasmaniahnya, kegiatan jiwa dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raganya bukan kegiatan jiwa saja dan sebaliknya. Bersifat unik menunjukkan sifat khas yang membedakan individu tersebut dengan individu lainnya, bahwa di dunia ini tidak ada orang yang persis sama. Dengan demikian peserta didik sebagai individu memiliki karakteristik yang berbeda dengan peserta didik lainnya (Sunarto, 2002:2)
2. Keragaman Karakteristik Individu
Usia anak SD berada dalam akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari usia 6 s.d. 12 tahun (Yusuf, 2014:23). Individu yang melakukan kegiatan belajar adalah peserta didik, oleh karena itu dalam proses dan kegiatan belajar tidak dapat melepaskan peserta didik dari karakteristik, kemampuan dan perilaku individualnya. Keragaman karakteristik dapat dilihat secara fisik, kepribadian dan perilaku seperti berbicara, bertindak, mengerjakan tugas, memecahkan masalah, dsb. Dari berbagai keragaman karakteristik peserta didik yang paling penting dipahami oleh guru adalah keragaman dalam kecakapan (ability) dan kepribadian (Makmun, 2009:53).
Adanya informasi mengenai karakteristik individu memberikan implikasi kepada proses pembelajaran yaitu pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sebagai individu. Hal yang sangat penting dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah guru menciptakan kondisi kondusif supaya setiap individu peserta didik dapat belajar secara optimal, meskipun mereka berada dalam kelompok. Dengan demikian dalam proses pembelajaran setiap individu memerlukan perlakuan yang berbeda, maka strategi dan upaya pelaksanaanyapun akan berbeda pula.
Menurut Desmita (2014:57) ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan karakteristik individual peserta didik, yaitu:
a. Karaketristik yang berkaitan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berhubungan dengan aspek psikomotor..
b. Karakteristik yang berkaitan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
c. Karakteristik yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti perasaan, sikap, minat dan sebagainya.
Sangat penting bagi guru memahami keragaman karakteristik individu peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran. Pemahaman ini sangat bermanfaat dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dan tepat sehingga dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara efektif. Selain itu guru dapat menyusun dan mengorganisasikan materi pembelajaran dan menentukan media yang tepat. Pemahaman karakteristik individu peserta didik juga berguna untuk memotivasi dan membimbing peserta didik sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal sesuai potensinya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adanya Keragaman Individual
Karakteristik atau ciri-ciri individual adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungan. Pembawaan yang bersifat alamiah (nature) adalah karakteristik individu yang dibawa sejak lahir (diwariskan dari keturunan), sedangkan nurture (pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai selanjutnya. Nature dan nurture ini merupakan faktor yang mempengaruhi keragaman individual. Nature dan nurture ini merupakan faktor yang mempengaruhi keragaman individual. Seorang bayi yang baru lahir merupakan perpaduan keturunan dari keluarga ayah dan ibunya. Selama perkembangannya dari mulai pembuahan mendapat berbagai pengaruh dari lingkungan secara berkesinambungan. Hal ini akan membentuk pola karakteristik perilaku yang berbeda dengan individu-individu yang lain. (Desmita, 2014:56).
4. Makna Perkembangan Individu
Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua istilah yang berbeda tetapi tidak berdiri sendiri. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan alamiah secara kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Menurut Libert, Paulus, dan Strauss (Sunarto, 2002: 39) bahwa perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksinya dengan lingkungan. Istilah perkembangan lebih mencerminkan perubahan psikologis. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada masa-masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan dan merupakan kesiapan awal dari suatu fungsi psikofisik untuk menjalankan fungsinya (Makmun, 2009: 79).
Belajar atau pendidikan dan latihan adalah perubahan perilaku sebagai hasil usaha yang disengaja oleh individu, sedangkan kematangan dan pertumbuhan adalah perubahan yang berlangsung secara alamiah. Pada batas-batas tertentu perkembangan dapat dipercepat melalui proses belajar.
5. Tahapan Perkembangan
Para ahli psikologi sependapat bahwa terdapat urutan yang teratur dalam perkembangan yang tergantung pada pematangan organisme sewaktu berinteraksi dengan lingkungan. Banyak pendapat ahli mengenai tahapan perkembangan, namun berkaitan dengan pembelajaran (pendidikan) menurut Yusuf (2014 : 23) digunakan pentahapan yang bersifat eklektik. Berdasarkan pendapat tersebut, perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan adalah seperti di bawah ini.
Pemahaman tahapan perkembangan yang dapat digunakan oleh pendidik meliputi: (1) apa yang harus diberikan kepada peserta didik pada masa perkembangan tertentu? (2) Bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada peserta didik pada masa-masa tertentu?
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Umur 6 – 7 tahun umumnya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa keserasian bersekolah dibagi menjadi dua fase, yaitu seperti berikut ini.
Karakteristik Peserta Didik pada Masa Usia Sekolah Dasar
a. Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6/7 tahun sampai 9/10 tahun.
Menurut Yusuf (2014:24) beberapa sifat anak-anak masa ini adalah sebagai berikut ini.
  1. Ada hubungan positif yang tinggi antara kondisi jasmani dengan prestasi, misalnya bila jasmaninya sehat maka banyak mendapatkan prestasi.
  2. Sikap mematuhi kepada peraturan-peraturan permainan tradisional
  3. Terdapat kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri)
  4. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain
  5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka anak akan mengabaikannya karena soal itu dianggap tidak penting 
  6. Pada masa ini (terutama 6,0 – 8,0 tahun) anak menginginkan nilai (nilai rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya pantas diberi nilai baik atau tidak.
b. Masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0/10,0 sampai umur 12,0/13,0 tahun.
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. Hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
  1. Memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
  2. Sangat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar
  3. Menjelang akhir masa ini sudah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, menurut para ahli aliran teori faktor hal ini ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor atau bakat-bakat khusus.
  4. Sampai sekitar umur 11,0 tahun anak memerlukan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Setelah ini berakhir, umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya
  5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajar di sekolah.
  6. Anak-anak pada umur ini senang membentuk kelompok sebaya umumnya agar dapat bermain bersama-sama. Umumnya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional yang sudah ada, mereka membuat peraturan sendiri.
Masa keserasian bersekolah diakhiri dengan suatu masa yang disebut masa poeral. Berdasarkan penelitian banyak ahli, sifat-sifat khas anak-anak masa poeral (Yusuf, 2014:25). Ini dapat dirangkum dalam dua hal, yaitu seperti berikut ini.
  • Diarahkan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak poeral ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si jujur, si juara, dan sebagainya. 
  • Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya;misalnya, mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompok-kelompok sebaya. Dorongan bersaing pada mereka besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri sebagai masa kompetisi sosial. 
Hal yang penting pada masa ini adalah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan), khususnya otoritas orangtua dan guru. Anak-anak poeral menerima otoritas orangtua dan guru sebagai suatu hal yang wajar. Oleh karena itu, anak-anak mengharapkan kehadiran orangtua dan guru serta pemegang otoritas orang dewasa yang lain.

6. Prinsip-prinsip Perkembangan dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Berikut ini adalah prinsip-prinsip perkembangan yang perlu diperhatikan untuk memahami perkembangan anak. Pemahaman ini akan menolong saat membimbing peserta didik.

Untuk Lebih Lengkapnya Silahkan Unduh Modul KK-A di Sini 

Selasa, 13 Juni 2017

Perpanjangan Entry Nilai pada Aplikasi DAPODIK 2017c

Yang terhormat,

1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
2. Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota
3. Kepala Sekolah SD, SMP, SLB, SMA dan SMK
4. Operator Dapodik
Di Seluruh Indonesia
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pada tanggal 29 April 2017, kami telah mempublikasi Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor 08/D/KR/2017 tentang Pengisian Nilai Akhir Rapor, US dan USBN di Dapodik. Dalam surat edaran tersebut disampaikan bahwasannya Kepala Sekolah untuk melakukan pengisian Nilai Akhir Rapor semester I (satu) sampai dengan 6 (enam), Nilai Ujian Sekolah (US), dan Nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) ke dalam aplikasi Dapodik dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Nilai yang dientri ke dalam Aplikasi Dapodik, yaitu Nilai Akhir Rapor, US dan USBN.
2. Kolom yang harus diisi, yaitu KKM, Nilai dan Predikat.
3. Entri nilai dilakukan oleh wali kelas dan guru mata pelajaran sesuai akses di Aplikasi Dapodik.
4. Satuan Pendidikan SMP, SMA dan SMK melakukan entri nilai pada Aplikasi Dapodik versi 2017b.
5. Satuan Pendidikan SMA dan SMK dapat melakukan entri nilai pada aplikasi yang terintegrasi dengan Dapodik, yaitu Aplikasi E-Rapor SMA untuk Satuan Pendidikan SMA, dan E-Rapor SMK untuk Satuan Pendidikan SMK.
6. Satuan Pendidikan SD dan SLB melakukan entri nilai pada Aplikasi Dapodik versi terbaru.
7. Teknis entri nilai dapat dilihat di Panduan Aplikasi Dapodik versi 2017b, yang dapat diakses pada laman dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id.
8. Tenggat waktu pengisian nilai hingga tanggal 31 Mei 2017.

Kami sampaikan hingga tanggal 2 Juni 2017 bahwa kemajuan pengisian nilai rapor di Dapodik baru mencapai 46,02 % dari total sekolah. Sehubungan dengan masih rendahnya tingkat pengisian nilai rapor tersebut, bersama ini kami informasikan bahwa tenggat waktu pengisian nilai rapor akan dilanjutkan hingga tanggal 30 Juni 2017, sehingga semua sekolah dapat mengisi rapor.
Demikian informasi yang kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu serta teman-teman operator sekalian, kami ucapkan terima kasih.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Salam Satu Data,
Admin Dapodikdasmen

Link Unduhan: Surat Edaran

Minggu, 11 Juni 2017

Best Practice :Pemanfaatan KKG Sekolah

Best Practice : Asep Supriadi, S.Pd.MM.Pd
Kepala SD Negeri Sukamanah
UPTD Pendidikan Kec. Tanggeung
Tahun 2017  

Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
BAB  I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Penulis diangkat sebagai kepala SD Negeri Sukamanah UPTD Pendidikan Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur sejak tanggal, 1 Oktober 2015.  sebagai Kepala Sekolah baru, yang pertama kali  penulis lakukan adalah melakukan pengamatan dan mendata kondisi SD Negeri Sukamanah. Bayangan awal penulis , sekolah yang akan di kelola adalah sekolah Kecil yang ada di sisi pedesaan, karena  SD Negeri Sukamanah ini terletak kampung Sukamanah Desa Sirnajaya Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur, ternyata kondisi sekolah ini masih sangat jauh dari harapan penulis.
Hasil pengamatan dan penilaian penulis  tentang kondisi SD Sukamanah adalah:

  • Dokumen I kurikulum sekolah belum di susun.
  • Sebagian guru belum mempunyai silabus dan RPP (perangkat pembelajaran
  • Sarana dan prasarana di sekolah masih terbatas bahkan kondisinya sangat memprihatinkan (ditunjukkan pada gambar 1.1)

        Gambar 1.1 Sarana  dan  Prasarana sekolah SD Negeri Sukamanah




  • Pendekatan pembelajaran lebih banyak didominasi oleh peran guru, dan guru satu- satunya sumber belajar, selain buku paket.
  • Pembelajaran yang dikembangkan di kelas-kelas  lebih ditekankan pada  hafalan dan mencari satu jawaban benar terhadap soal-soal yang diberikan.
  • Dalam  kegiatan  pembelajaran guru belum mampu menerapkan model,metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan sehingga kurang mengembangkan daya nalar siswa secara optimal.
  • Dalam proses pembelajaran guru sangat jarang memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, walaupun materi pelajaran ada kaitannya dengan lingkungan sekolah.
  • Jumlah guru tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).
  • Perolehan nilai Ujian Nasional masih dibawah standar nasional
  • Administrasi sekolah maupun kelas nyaris tidak ada.
  • Kegiatan  KKG sekolah belum dimanfaatkan  dan dilaksanakan secara optimal.
  • Hubungan Masyarakat/Komite dengan sekolah kurang terjalin dengan harmonis.
2.  Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan  di SD Negeri Sukamanah adalah  kurangnya keterlibatan guru dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, hal ini dapat dilihat dari prestasi belajar siswa SD Negeri Sukamanah di bawah standar nasional, bahkan  tidak diperhitungkan di tingkat Kabupaten Cianjur

3.  Strategi Pemecahan Masalah


Berdasarkan permasalahan  yang ada di SD Negeri Sukamanah tersebut, maka  penulis mengambil langkah strategi  pemecahan masalah  selain funishment dan reward, juga melibatkan  pemberdayaan KKG (Kelompok Kerja Guru) di sekolah.

KKG yang dilakukan di sekolah diartikan sebagai Team Pengembang Sekolah yang melakukan: 
  • Kegiatan memetakan kondisi sekolah, 
  • Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada,
  • Membuat rencana tindakan penanganan masalah, 
  • Mengevaluasi pelaksanaan tindakan dan 
  • Menindak lanjuti hasil evaluasi.

KKG sekolah dapat berfungsi sesuai harapan penulis  dalam meningkatkan mutu sekolah, langkah-langkah yang penulis  lakukan di KKG sebagai berikut:

3.1  Bagi Guru
  1. Merangkul semua guru di SD Negeri Sukamanah untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah.
  2. Menyadarkan dan membimbing guru memahami pentingnya peningkatan mutu layanan pendidikan bagi siswa.
  3. Membentuk pokja-pokja sesuai 8 standar nasional pendidikan 
  4. Menyarankan kepada pokja-pokja agar memanfaatkan lingkungan dan sarana yang ada di sekolah sebagai modal untuk melangkah memperbaiki kondisi sekolah.
  5. Membuat agenda pertemuan rutin, khusus hari sabtu (sekitar 2 jam) membahas permasalahan yang ada dan mencari solusinya.
  6. Melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
  7. Mengevaluasi kegiatan.
  8. Menindak lanjuti hasil evaluasi.

3.2   Komite / Masyarakat Kampung
  1. Merangkul dan beradaptasi dengan Komite/Aparat Kampung untuk menjalin hubungan harmonis demi memfasilitasi untuk kemajuan memperbaiki sarana prasara di sekolah tersebut.
  2. Mengadakan pertemuan rutin satu bulan sekali mengevaluasi kekurangan dari sarana dan prasarana sekolah.
  3. Komite / Masyarakat ikut andil dalam mengembangkan perbaikan sekolah.






BAB  II
PEMBAHASAN

1.    Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah

Kelompok Kerja Guru (KKG) sekolah dipilih sebagai salah satu alternative untuk mengatasi masalah. Karena kondisi SD Negeri Sukamanah sebelum penulis menjadi Kepala sekolah hubungan guru satu dengan yang lainnya kurang harmonis. Selain itu program sekolah juga hanya sebatas wacana dan merupakan ide kepala sekolah saja. Sementara pengelolaan sekolah dilakukan oleh kepala sekolah tanpa melibatkan guru-guru yang ada. Selain itu melalui KKG sekolah  guru-guru juga mencari alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi kondisi sekolah. Pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) merupakan pendekatan yang kami gunakan. Dalam pendekatan pembelajaran PAIKEM, guru dapat memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Masyarakat dapat digunakan  sebagai sumber belajar, hal tersebut melalui survei. Survei dilakukan oleh guru untuk menemukan sumber belajar di masyarakat sehingga mampu menumbuhkan motivasi untuk memperkaya nilai-nilai hasil belajar guna dapat meningkatkan pemahaman dan peningkatan materi pelajaran. (Sarman, 2005). 

Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan ini adalah: 
1) Menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak; 
2) Memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning)
3) Memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak; 
4) Kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak; dan 
5) Menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning aktivities). (Badru Zaman, dkk. 2005) 

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama menjadi Kepala SD Negeri Sukamanah, guru-guru di SD Negeri Sukamanah dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar sangat jarang. Guru lebih sering menyajikan pelajaran di dalam kelas walaupun materi yang disajikan berkaitan dengan lingkungan sekolah. Sebagian besar guru mengaku enggan mengajak siswa belajar di  luar kelas, karena alasan susah mengawasi. Selain itu ada guru yang menyampaikan bahwa mereka tidak bisa dan tidak tahu dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Untuk mengatasi hal itu perlu adanya penyadaran dan pemahaman melalui diskusi kelompok diantara para guru  mata pelajaran dan guru kelas dalam bentuk KKG untuk mendiskusikan masalah pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Dalam kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi pengalaman dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk mencapai hasil belajar yang optimal.  Penelitian Nur Mohamad (dalam Ekowati, 2001) menunjukkan diskusi kolompok memiliki dampak yang amat positif bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah maupun yang tingkat pengalamannya tinggi.

Guru yang tingkat pengalamannya tinggi akan menjadi lebih matang dan bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah akan menambah pengetahuan.  Keunggulan diskusi kelompok melalui KKG adalah keterlibatan guru bersifat holistik dan  konprehensif   dalam   semua   kegiatan.  Dari   segi lainnya  guru  dapat  menukar pendapat,   memberi saran, tanggapan dan berbagai reaksi sosial dengan teman seprofesi sebagai peluang bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman.

Diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar yang dilakukan secara bersama-sama. Diskusi kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama-sama. Artinya setiap anggota turut memberikan sumbangan pemikiran dan pendapat dalam memecahkan persoalan tersebut. Diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar untuk memecahkan persoalan secara bersama-sama, sehingga akan memperoleh hasil yang lebih baik.

2.  Hasil atau Dampak Yang Dicapai dari Strategi Yang Dipilih

Berdasarkan pengamatan dan supervisi yang dilakukan penulis, setelah melalui tahapan tindakan dalam upaya memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dalam pembelajaran, membawa hasil/dampak sebagai berikut: 
  • Guru menyadari dan memperoleh banyak manfaat dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar diantaranya: (1) lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari siswa, memperkaya wawasannya, tidak terbatas oleh empat dinding kelas dan kebenarannya lebih akurat; (2) proses pembelajaran dimungkinkan akan lebih menarik, tidak membosankan, dan menumbuhkan antusiasme siswa untuk lebih giat belajar; (3) belajar akan lebih bermakna (meaningful learning), sebab siswa dihadapkan dengan keadaan yang sebenarnya; (4) aktifitas siswa akan lebih meningkat dengan memungkinkannya menggunakan berbagai cara seperti proses mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan sesuatu, menguji fakta, dan sebagainya; (5) dapat dimungkinkan terjadinya pembentukan pribadi para siswa, seperti cinta akan lingkungan (Udin S W dkk, 2005).
  • Dalam memanfaakan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dan keseriusan guru mengajar serta seringnya guru memberikan latihan-latihan ulangan, membimbingan dengan baik murid SD Negeri Sukamanah selama 3 tahun mengalami kemajuan nilai Ujian Nasional (Daftar Nilai UN terlampir).
  • Sebagian besar guru dapat mengoperasionalkan komputer, oleh sebab itu guru dapat membuat analisis melalui komputer atau Laptop. (Foto ICT terlampir)

3. Kendala Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Strategi Yang Dipilih
  • Masih ada beberapa guru dalam berdiskusi belum menampakkan kerjasama, aktivitas dan perhatian yang baik terhadap permasalahan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, sehingga diperlukan  bimbingan yang lebih intensif. 
  • Kemampuan guru dalam menyusun RPP dan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar belum optimal sehingga perlu bimbingan berkelanjutan melalui KKG sekolah.
  • Perlu waktu dalam merubah paradigma beberapa guru terutama guru-guru yang relatif lama mengajar dalam menuju guru yang profesional, mereka memiliki sifat konservatif, artinya merasa senang dengan apa yang sudah rutin dikerjakan (rutinitas), sehingga apabila muncul  sesuatu yang baru yang inovatif, guru tersebut agak sulit menerima apalagi menerapkannya. Sehingga mereka (guru yang relatif lama mengajar), ‘agak sulit’ untuk diajak maju dan berkembang. Guru-guru lama ini biasanya telah mengalami titik jenuh dalam mengajar dan merasa jenjang kenaikan karirnya tidak bisa berkembang atau stagnan (Tirto, A, 2008).

4. Faktor-faktor pendukung
  • Kepala SD Negeri Sukamanah sebagai fasilitator PCT/DCT dan 3 guru pemandu DCT  dalam kegiatan program KKG bermutu.
  • Kebersamaan atau kekompakan guru menjadi modal utama dalam meningkatkan mutu tenaga pendidik di SD INegeri Sukamanah Kabupaten Cianjur.
  • Komite Sekolah dan Masyarakat turut membantu untuk kemajuan Sekolah di bidang sarana prasarana
5. Alternatif Pengembangan

Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam proses pembelajaran baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial perlu adanya pemahaman tentang bagaimana alternatif/kemungkinan cara atau teknik pemanfaatannya. Pada hakekatnya alternative pengembangan yaitu menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkugan sebagai sumber belajar di kelas dilakukan di dalam maupun diluar kelas dengan beberapa cara sebagai berikut:
  1. Karyawisata (Fieldtrip), yaitu mengunjungi lingkungan yang dijadikan objek studi tertentu sebagai bagian integral dari pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan kompetensi dasar.
  2. Melaksanakan Perkemahan (Scholl camping), yaitu bersama siswa mengadakan perkemahan dengan maksud tidak hanya sekedar untuk kegiatan rekreasi saja tetapi untuk memperkenalkan dan mempelajari lingkungan.
  3. Melakukan kegiatan survey, yaitu mengunjungi objek tertentu yang relevan dengan tujuan pembelajaran, misalnya untuk mempelajari kebiasaan dan adat istiadat di suatu daerah.
  4. Melakukan praktek kerja, yaitu para siswa diajak melakukan praktek kerja pada tempat-tempat pekerjaan yang ada di sekitar lingkungan sekolah.
  5. Mengadakan suatu proyek pelayanan kepada masyarakat, misalnya membantu dalam hal kebersihan lingkungan, kerja bakti di Mushola terdekat.
  6. Mengundang dokter Puskesmas untuk berbicara soal kesehatan atau cara-cara pencegahan suatu penyakit kepada para siswa di dalam kelas.
  7. Mengundang bapak polisi, kepala desa/lurah, penyuluh pertanian, ketua koperasi, dan atau tokoh masyarakat lainnya sebagai nara sumber (ressource person) untuk berbicara di depan para siswa kita mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya masing-masing. 
         Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, agar memperoleh hasil belajar yang maksimal, maka perlu persiapan yang matang. Ada 3 langkah yang dapat dilakukan untuk menggunakan lingkungan  sebagai sumber belajar, yaitu:
 (1) langkah perencanaan,
 (2) langkah pelaksanaan, dan 
 (3) langkah tindak lanjut (follow up).


BAB  III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

1. Rumusan Simpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
KKG  sekolah dan komite/masyarakat dapat meningkatkan prestasi belajar  di SD Negeri Sukamanah Kabupaten Cianjur. Peningkatan pemahaman guru terhadap pentingnya pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai salah satu sumber belajar dengan menyadarkan dan membimbing guru memahami pentingnya memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai salah satu sumber belajar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip  bentuk pembelajaran yang berpihak pada pembelajaran melalui, relating, experienting, actuating, contekstual, transferring.
SD Negeri Sukamanah  Kabupaten Cianjur dapat dijadikan sekolah unggul di Cianjur

2. Rekomendasi Operasional
  • Kepada Dinas Pendidikan  atau instansi terkait sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan/keputusan sebagai upaya meningkatkan kompetensi dan  profesionalisme guru termasuk meningkatkan mutu pendidikan.
  • Kepada LPMP yang turut membantu kegiatan program bermutu diupayakan terus dilanjutkan sampai tuntas.
  • Kepada pengawas sekolah, dapat membantu dalam membimbing dan mengawasi guru  dalam pelaksanaan tugasnya sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.
  • Kepada pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan perlu terus melakukan inovasi pengelolaan sekolah dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah.
  • Kepada Komite sekolah dan masyarakat meningkatkan kerjasama dengan pihak sekolah khususnya dalam pembangunan di bidang sarana dan prasarana.
  • Kepada guru-guru khususnya guru di SD Negeri Sukamanah Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur dengan dan kemampuannya untuk berubah perlu terus melakukan inovasi pembelajaran dalam rangka menjadikan pembelajaran yang efektif.



DAFTAR PUSTAKA

Badru Zaman, dkk. 2005. Media dan Sumber Belajar TK. Buku Materi Pokok PGTK 2304. Modul 1-                                          9. Jakarta Universiats Terbuka.
Ekowati, Endang. 2001. Stategi Pembelajaran Kooperatif. Modul Pelatihan Guru Terintegrasi                                                      Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.Tentang Standar Pendidikan Nasional. Himpunan Peraturan Pemerintah RI di Bidang Pendidikan. Jakarta. Binatama Raya.
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Tentang Standar Proses. Himpunan Peraturan Pemerintah RI di                                           Bidang Pendidikan. Jakarta. Binatama Raya.
Rusyan Tabrani. 2001. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Buku Materi Pokok PGSD2201. Modul                                            1-12. Jakarta. Universitas Terbuka.


Semoga Bermanfaat...!!!
Bagi yang membutuhkan filnya silahkan klik DISINI

Sabtu, 10 Juni 2017

DAPODIK _2017_2017 C

SALAM SATU DATA !!!!!!!!!!

LOGIN dapodik Versi 2017_c

Jendela Ketika Mau Registrasi

Beranda Setelah sukses Login


Bagi yang membutuhkan Aplikasi dapodik Patch 2017c  Silahkan Klik di Sini 
dan yang membutuhkan Aplikasi 2017 Silahkan Klik Di sini

Undang-Undang Guru dan Dosen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN 
 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, 
 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

Lengkapnya Silahkan Download di SINI



Pengertian TQM

Pengertian Total Quality Management (TQM)
Oleh Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses Total Quality Management bermula dari pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula.
Konsep Total Quality Management berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan management. Fokus utama dari TQM adalah kualitas/ mutu. Mutu sebagai tercukupinya kebutuhan (conformance to requirement).
Kata selanjutnya adalah total, yang dalam bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total (terpadu) dalam Total Quality Management menegaskan bahwa setiap orang yang berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus menerus.
Unsur ketiga dari Total Quality Management, adalah kata management, yang merupakan konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang telah dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan.
Menurut Tjiptono, Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberi kan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran peiunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu, Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.
Kepustakaan:

Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Siswanto, Pengantar Manajemen. (Jakarta: PT. Bumi Aksara Sallis, 2007). Edward, Total Quality Management in Education. (Jogjakarta: Ircisod, 2011). Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). George Terry, Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005). Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa. (Yogyakarta: Andi. 2000). Vincent Gaspersz, Total Quality Management. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).

PPT KEPEMIMPINAN DAN MUTU MANAJEMEN TERPADU


      PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
Oleh : Asep Supriadi, S.Pd.,MM.Pd
(Jaya Nagara)
Kepemimpinan dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola (kepemimpinan dan manajerial). Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan yang positif dan mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam organisasinya akan lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku kepemimpinan yang hanya memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku manajemen mutu terpadu. 
Hasil penelitian Douglas & Hakim (2001), menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan pelayanan untuk peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung, mengurangi keberhasilan pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan Merritt (1994) dan Rad (2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin memberikan perhatian terhadap strategi manajemen mutu terpadu karena secara signifikan perilaku hubungan kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku kepemimpinan dan bawahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan manajememen mutu terpadu juga akan terlihat lebih nyata pada pelaksanaan manajemen mutu terpadu dan kinerja organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah (Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011) menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada pelanggan, (2) fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4) memiliki strategi mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar, (6) mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan rencana mutu, (8) manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu melibatkan setiap orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan mutu, (11) karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas, (14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17) mutu dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam garis strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20) memperlakukan kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
1)   Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2)   Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3)   Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
4)   Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
5)   Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6)   Kepala sekolah yang terampil dan tertib
7)   Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
8)   Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9)   Kepala sekolah yang tulus
10)    Kepala sekolah yang percaya diri
 Sedangkan perilaku kepemimpinan yang tidak efektif antara lain mencerminkan semangat yang rendah, berpandangan sempit, diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan dalam organisasi.

Dalam mencapai manajemen mutu (TQM), maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner, transformasional, rencana jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.

Bagi yang membutuhkan PPT tentang Kepemimpinan dan TQM silahkan download disini 

Contoh Makalah Best Practice


KOMPETENSI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEPELA SEKOLAH
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dijadikan acuan bagi pengembangan kompetensi kepala sekolah/madrasah. 
Lepas dari permasalahan teknis dan proses terpenuhi tidak terpenuhi para kepala sekolah tetap mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, yang menjadi tugas pokok kepala sekolah meliputi kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien meskipun dalam kondisi serba kurang paham.
Sehingga fakta menunjukkan bahwa masih banyak Kepala Sekolah yang kurang memahami tugas pokok dan fungsinya dalam mengelola kegiatan-kegiatan sekolah terkait implementasi dari 5 standar kompetensi kepala sekolah. Bahkan hanya ada yang bersifat apriori(duga kira), tidak mengetahui sama sekali standar kompetensi kepala sekolah, apa lagi samapai ke indicator setiap kompetensi tersebut, termasuk penulis pun sampai saat ini masihbelum memahami secara utuh. Maka dalam menjalankan tupoksinya para kepala sekolah hanya bersifat tradisional sesuai dengan pengalaman masing-masing, masih sedikit yang mampu mengimplementasikan kompetensinya ke dalam bidang pekerjaan sebagai guru yang mendapat tugas tambahan. Sehingga masalah ini merupakan salah satu unsur penyebab rendahnya mutu pendidikan dan keraguan dari pemangku kebijakan terhadap eksistensi kepala sekolah pada saat ini.
Solusinya adalah Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha memahami kompetensi itu sendiri dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya guna mewujudkan sekolah yang efektif , efisien sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai tuntutan yang diharapkan oleh berbagai pihak. Bahakan ada yang berpikir seperti ini “Manakala hak dan kewajiban para kepala sekolah terpenuhi dengan nyata maka pelaksanaan tupoksinya di sekolah akan lebih nyata dan terikat dengan sumpah jabatannya. Jika sebaliknya maka akan terjadi penumpukan masalah terkait kompetensi kepala sekolah yang menjadi syarat utama dalam pelaksanaan tugas sebagai kepala sekolah.
Berdasarkan latar belakang pemikiran-pemikiran  di atas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas mengenai  hal-hal yang berkenaan dengan ari kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah, standar kompetensi serta Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Sekolah.
1.2.  Identifikasi Masalah
Berdasaarkan uaraian latar belakang masalah di atas maka penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi di lapangan adalah sebagai berikut:
1)      Kurang memahami arti dan penjabaran dari istilah kompetensi
2)      Masih banyak yang belum mengetahui standar kompetensi kepala sekolah beserta indikator pelaksanaannya
3)      Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah masih berdasarkan pengalaman masing-masing belum dibarengi dengan tuntutan standar kompetensi kepala sekolah
1.3.  Rumusan Masalah.
Rumusan masalah yang dapat dirumuskan pada makalah ini adalah sebagai berikut;
1)      Apakah pengertian kompetensi ?
2)      Apakah kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah ?
3)      Apakah Tugas Pokok, Peran dan Fungsi Kepala Sekolah?
1.4.  Tujuan Penulisan
1)      Untuk mengetahui gambaran tentang pengertian kompetensi dan penjabarannya;
2)      Untuk mengetahui gambaran tentang kompetensi yang harus dimiliki Kepala Sekolah;
3)      Untuk mengetahui gambaran tentang Tugas Pokok, Peran dan Fungsi Kepala Sekolah;
1.5.  Manfaat Penulisan
1)   Kepala Sekolah
Agar para kepala sekolah dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru yang diberi tugas tambahan sesuai dengan standar kepala kompetensi kepala sekolah
2)   Pendidik dan Tenaga kependidikan
Agar para pendidik dapat menegtahui yang sebenarnya bahwa  kepala sekolah merupaka tugas tambahan dari tugas pokok sebagai guru, sehingga para guru dapat mempersiapkan diri untuk menjadi kepal sekolah pada pengembangan kariernya
3)   Satuan Pendidikan

Agar sekolah dapat berjalan dengan lancar dan dapat memenuhi tuntutan 8 standar pendidikan nasional ketika dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki kompetensi dan mampu mengimplementasikannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah.


Untuk Lengkapnya Silahkan Download di sini

Kumpulan Soal PTS Semester Genap K. Merdeka dan K.13

Asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan t...